TEMPO.CO, Batu - Akibat musim kemarau, petani tanaman potong mengalami krisis air. Produksi tanaman bunga mawar anjlok sampai 40 persen. Setiap kali panen, tanaman mereka biasanya rata-rata menghasilkan 3.500 tangkai. Tapi saat musim kemarau ini hanya 2.000 tangkai yang mereka dapat. Mereka biasanya melakukan panen tiga kali dalam sepekan. Namun sekarang panen hanya bisa dilakukan dua kali dalam sepekan.
"Bunga mawar tak seindah saat musim hujan," kata petani mawar di Desa Bulukerto, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Imam Gunadi, Selasa, 30 September 2014. Saat musim kemarau, pasokan mawar sering terlambat (Baca: 624 Desa di Jawa timur Kekeringan) Namun, karena rendahnya pasokan, harga bunga mawar melonjak naik menjadi Rp 2.500 dari semula Rp 1.500 per tangkai. Omzet pun anjlok. Semula Rp 1,5 juta sekali panen, turun menjadi Rp 700 ribu.
Para petani mengandalkan sumber mata air Gemulo untuk irigasi lahan pertanian warga di Bulukerto, Sidomulyo, Pandanrejo, dan Bumiaji. Air irigasi menyusut, sehingga petani bergantian menggunakan air. Petani pun kesulitan mengendalikan hama tanaman.
Bagi warga, air merupakan sumber kehidupan. Bahkan tak jarang petani berebut menggunakan air. Selama 10 tahun terakhir, debit air di Batu menyusut hingga separuh.
EKO WIDIANTO
Berita Terkait
14 Ribu Keluarga Tak Punya Air Bersih di Bondowoso
Bondowoso Tetapkan Status Darurat Kekeringan
Oktober, Waduk Gajah Mungkur Stop Pasok Air Irigasi
Terpopuler
Koalisi Merah Putih Targetkan Revisi UU KPK
SBY Mau Batalkan UU Pilkada, Mahfud: Itu Sia-sia
Tak Penuhi Kuorum, UU Pilkada Tak Sah
Saran Yusril ke Jokowi Dianggap Jebakan Batman