TEMPO.CO, Bandung - Angkutan kota (angkot) bercat warna merah itu bagian depannya seperti dibungkus topeng wajah Cepot, tokoh wayang golek khas Sunda. Pada bagian tengah berwujud laiknya rumah, dengan sebuah pintu dan dua jendela. Angkot itu dipersenjatai sepasang tangan robot dengan dua kujang besar. Di atapnya tampak sesosok orang sedang mengarahkan meriam ke seekor ular besar yang menganga lebar di belakang angkot.
Gambar bernuansa dongeng berlatar suasana modern itu bertolak dari pengalaman menegangkan pembuatnya, Ahmet Harahap, saat naik angkot. Tahun lalu, bersama penumpang lain di dalam sebuah angkot, ia ketakutan saat dua pengamen bergaya anak punk yang sedang mabuk ingin menghantam si sopir dengan batu besar. Karena itu, ia mengangkat soal keamanan angkot pada karya berjudul Angkot Anti Setan Jalanan tersebut.
Lain lagi pengalaman Riandy Karuniawan. Warga Bandung itu menuangkan pengalamannya naik angkot jurusan Cicaheum-Ciroyom. Lamanya perjalanan bisa dilihat pada karyanya. Ia menggambar seekor kura-kura Madagaskar besar yang dililit tali dengan sebuah angkot tanpa roda di bawah tubuhnya. Gambar yang juga bisa dilihat dengan cara dibalik itu memakai simbol dan judul dari slogan Kota Bandung "Gemah Ripah Wibawa Mukti" atau tanah subur rakyat makmur.
Cukup banyak gambar-gambar soal angkot dalam pameran "Kembali ke Masa Depan" ini yang berlatar kisah pribadi. Tak selalu menakutkan dan menyebalkan, sebab ada juga yang menyenangkan. Di antaranya, saat mengobrol dan bercengkerama dengan teman atau orang tak dikenal di angkot atau kisah angkot yang menjadi kendaraan utamanya selama di sekolah menengah pertama. Hal lain bercerita tentang hobi sopir angkot yang suka ngetem atau berhenti sekian menit menunggu penumpang, kurang menghargai penumpang, dan dituding sebagai penyebab kemacetan.
Pameran yang berlangsung di ruang pamer Roemah Seni Sarasvati, Bandung, ini seluruhnya menampilkan 27 karya terpilih. Gambar-gambar tersebut buatan pelajar, seniman, dan kalangan umum yang berasal dari Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Solo, Semarang, dan Denpasar. Berlangsung 20 September hingga 4 Oktober 2014, pameran yang sama digelar di acara Dutch Design Week 2014 di Eindhoven, Belanda. Sebelumnya, dua kurator, yakni Anto Arief dan Rifandy Priatna, membuka kesempatan kepada siapa pun untuk mengirim karya hingga akhir Agustus lalu.
Tema pameran ini tentang pentingnya transportasi publik untuk mengatasi kemacetan yang dinilai telah menjadi lingkaran setan. Angkot sebagai salah satu pilihan telah beroperasi dan berjasa sejak 1970 di Bandung. Angkutan ini cocok di jalan kota yang kecil dan pendek-pendek. Kini, keberadaannya terdesak oleh kendaraan pribadi dan ditambah cap sebagai biang kemacetan.
Banyak harapan dan keinginan dari karya-karya itu agar angkot bisa berjaya kembali di masa depan. Heri Mulyana, misalnya, mengolah citra foto berwarna sephia dan diberi judul Angkot yang Terhormat. Pada foto itu terselip sebuah angkot di antara rombongan Sukarno dan Hatta yang sedang berdiri tegak menghormat.
ANWAR SISWADI
Baca juga:
Uji Materi UUMD3 Ditolak, Jokowi : Lucu Banget!
Komnas HAM Usut Tahanan Tewas di Mapolres Solok
Luar Negeri Keluhkan Penutupan Sementara Pelabuhan
Program SMART Lab Diluncurkan di Indonesia