TEMPO.CO, Malang - Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) dan Malang Corruption Watch (MCW) memprotes permintaan iuran oleh pihak sekolah buat pengadaan hewan kurban. FMPP dan MCW mengaku mendapat keluhan wali murid soal maraknya pungutan tersebut. Untuk itu, mereka melayangkan protes ke Dinas Pendidikan Kota Malang. "Beberapa sekolah mematok iuran dengan jumlah tertentu, wali murid banyak yang keberatan," kata Firman dari FMPP Malang, Selasa, 1 Oktober 2014.
Menurut Firman, pungutan itu tak dilampiri bukti pembayaran sehingga dananya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara transparan. Karena itu, FMPP dan MCW menuntut agar pengelolaan dana iuran pembelian hewan kurban dilaporkan secara transparan. Jika tak ada transparansi, MCW dan FMPP mengancam akan melaporkan masalah itu ke penegak hukum. (Baca berita lain: Harga Hewan Kurban Anjlok Menjelang Idul Adha)
Baca Juga:
Yang menjadi soal, pungutan itu sifatnya wajib. Siswa yang tidak mau bayar diancam hukuman menulis Surat Yasin. Pola seperti itu, kata Firman, tidak mendidik dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Bahkan, jika ditarik ke ranah hukum, pungutan itu melanggar Pasal 423 dan Pasal 425 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Momen keagamaan menjadi alasan untuk melakukan pungutan liar di sekolah," katanya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang Suwarjana menyatakan pungutan urunan buat membeli hewan kurban seharusnya bersifat sukarela. Bentuknya bisa berupa infak, sedekah, dan hewan kurban. "Harusnya sukarela, tidak membayar juga tak apa-apa. Jangan ada paksaan," kata dia. (Baca juga: MUI: Kurban dengan Uang Negara Perlu Dikaji Ulang)
Suwarjana menambahkan, penggunaan dana iuran seperti itu tetap harus dilaporkan seusai penyembelihan hewan kurban. Laporan juga bisa dilampirkan saat penyerahan buku rapor siswa. Suwarjana melarang pihak sekolah menjatuhkan sanksi kepada siswa yang tidak mampu membayar iuran. "Jika ada yang demikian akan kami jatuhi hukuman dan sanksi tegas."
EKO WIDIANTO