TEMPO.CO, Incheon - Sepanjang mempersiapkan diri menghadapi Asian Games 2014 di Lapangan Umum Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, Maria Natalia Londa sering kali harus mencangkul sendiri landasannya untuk membuat tumpukan pasir di boks itu tidak terlalu keras. Jika lapangan itu diguyur hujan, pelatih dan beberapa teman Maria membantu mengeringkan trek yang akan dia gunakan untuk berlari sebelum melakukan lompatan.
Sebenarnya, atlet lompat jauh 24 tahun itu bisa saja memilih berlatih di Stadion Madya, Jakarta, yang memiliki fasilitas lebih baik. Namun, Maria harus tetap berada di Bali untuk menjaga ibunya yang sakit dan bekerja di Dinas Pendidikan Provinsi Bali demi membiayai kebutuhan dua adiknya yang masih kuliah.
Toh, dengan kondisi sulit seperti itu, Maria tetap berhasil menjaga performanya hingga dia mendapatkan medali emas nomor lompat jauh di Asian Games Incheon 2014, Senin lalu. (Baca: PASI Terkejut Maria Londa Raih Emas)
"Ini adalah buah manis dari perjuangan saya," kata Maria saat menuturkan semua cerita itu kepada Tempo dan beberapa jurnalis lain yang menemuinya di kampung atlet Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, Selasa, 30 September 2014. Berikut ini petikan perbincangan dengan Maria:
Dengan fasilitas persiapan yang terbatas dan try out kurang, apa yang membuatmu tetap bisa mencapai hasil terbaik?
Saya selalu yakin bagaimanapun situasinya, saya harus tetap bekerja keras. Apa pun fasilitasnya, saya dan pelatih selalu menerima. Inilah jalan pembuka kami untuk mendapatkan fasilitas lebih baik. Di Bali, saya sudah terbiasa membawa cangkul saat berlatih. Saya harus mengemburkan landasan pasir agar tidak terlalu keras.
Tidak semua orang bisa tetap fokus bertanding saat sedang mengalami kondisi sulit dan penuh tekanan. Apa rahasiamu?
Kalau boleh, semua medali yang pernah saya dapatkan, bisa diganti dengan mendapatkan kembali Bapak saya yang telah meninggal. Saya mau itu. Tapi karena Bapak saya tidak mungkin kembali, saya harus mendapatkan medali lebih banyak daripada yang pernah beliau pikirkan. Motivasi-motivasi yang pernah Bapak saya berikan tidak pernah hilang. Dia sangat mendukung saya sejak saya menekuni lompat jauh.
Dulu, Bapak yang pada mulanya mengajak saya ke lapangan untuk berlatih lompat jauh. Saya enggak suka lari. Senangnya lompat-lompat. Jadi dari awal saya sudah menekuni lompat jauh. Saya dari kecil memang suka bergerak. Cowok-cowok main layangan, saya ikutan. Kalau disuruh lari, saya malah akan memaksa pelatih saya ikut lari, he he he. Tapi kalau disuruh lompat, sepayah-payah apa pun itu, saya akan tetap senang melakukannya.
Bagaimana pendapatmu soal lawan-lawan yang kamu hadapi?
Semua adalah yang terbaik di negaranya dan memiliki kesempatan menjadi yang terbaik di Asia. Mungkin memang rezeki saya mendapatkan medali emas di sini. Lawan-lawan saya punya catatan lompatan lebih dari 6,5 meter (catatan terbaik Maria adalah 6,55). Cina, Korea, Filipina, semuanya memiliki catatan lompatan 6,7 meter. Jadi saya memang mendapatkan berkah.
Apa yang kamu harapkan setelah mendapatkan medali emas ini?
Kami berharap pemerintah membantu meningkatkan kualitas trek latihan kami yang kondisinya masih di bawah standar. Sebenarnya itu permintaan saya sejak dulu. Semoga atas apa yang sudah saya capai, itu semua bisa direalisasikan.
GADI MAKITAN (INCHEON)
Berita Lain
Malaysia Doping, Indonesia Tambah Emas dari Wushu
Asian Games, Emas Indonesia Ungguli Malaysia
Hasil Pertandingan Liga Champions Rabu Dinihari