TEMPO.CO, Kupang - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Menggugat Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) berunjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis, 2 Oktober 2014. Mereka menuntut pembatalan UU Pilkada.
"Kami mengajak semua pihak agar bergabung dengan partai-partai pendukung pilkada langsung untuk menggugat UU Pilkada," kata koordinator Aliansi Masyarakat Menggugat UU Pilkada, Vincen Bureni. (Baca juga: Tolak UU Pilkada, 2 Warga Ciamis Kubur Diri)
Aksi tersebut sempat ricuh. Kericuhan terjadi setelah para pengunjuk rasa memaksa masuk ke gedung DPRD NTT, namun dihadang oleh aparat keamanan. Aksi saling dorong antara mahasiswa dan aparat keamanan tak terhindarkan.
Kericuhan itu reda, setelah aparat keamanan mengisolasi mahasiswa di bagian depan tersebut. Dalam aksi unjuk rasa itu, ratusan mahasiswa itu juga membawakan peti mati sebagai tanda matinya demokrasi di NTT, serta salib yang bertulis RIP.
Dalam tuntutannya mahasiswa mendesak agar seluruh anggota DPRD kabupaten/kota di NTT menolak UU Pilkada tersebut. Mendesak DPRD NTT membuat permohonan kepada Presiden RI agar tidak menandatangani UU Pilkada tersebut. Mendesak DPRD NTT untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan UU Pilkada.
Mahasiswa juga mendesak pimpinan sementara DPRD NTT untuk menandatangani penolakan UU Pilkada itu. Namun ditolak oleh ketua sementara DPRD NTT Alfridus Bria Seran.
Dia mengatakan DPRD NTT menerima tuntutan ini dan menindaklanjutinya. "Kami akan melanjutkan surat tersebut ke Presiden," tegasnya.
YOHANES SEO
Berita lain:
SBY Klaim Jokowi Tawarkan Demokrat Bergabung
Setya Novanto Cs Jadi Pimpinan DPR, PDIP Kalah 2-0
Puan: Kami Ajak SBY Bertemu, Tapi Tak Ada Respons