TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pelayaran Niaga Indonesia atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) Camelia Hartoto mengatakan masih banyak anak buah kapal (ABK) asing di kapal Indonesia. Mereka biasanya bekerja di kapal berteknologi tinggi yang beroperasi di lepas pantai. "Padahal ABK asing harus mendapat persetujuan dari pemerintah," ujarnya kepada Tempo, Rabu, 1 Oktober 2014.
Menurut Camelia, larangan ABK asing sudah masuk dalam asas cabotage (perlindungan kapal domestik) yang diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Amerika Serikat, Jepang, dan Filipina sudah melakukan proteksi terhadap kapal domestik melalui asas cabotage. (Baca juga: Subsidi BBM untuk Kapal Pukat Cincin Akan Dicabut)
Carmelita menilai penerapan asas tersebut juga merupakan bentuk mempertahankan kedaulatan negara. "Coba sekarang, kalau ada perang, pasti kapal asing itu keluar," ujarnya. Asas cabotage pun dinilainya mengembangkan industri galangan kapal, forwarding, perawatan kapal, perbankan, serta asuransi. (Baca: RUU Kelautan Diharap Tegas pada Illegal Fishing)
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Gellwynn Jusuf menuturkan akan membekukan izin seratus kapal penangkap ikan yang ada di perairan Indonesia mulai pekan kedua Oktober 2014. Pencabutan izin sementara itu dilakukan karena beberapa pelanggaran, salah satunya masih adanya ABK asing di kapal Indonesia.
“Kapal berbendera Indonesia, jadi tentu izinnya dimiliki oleh perusahaan Indonesia atau warga negara Indonesia,” kata Gellwynn saat dihubungi Tempo. Menurut dia, kapal yang sudah berbendera Indonesia dan tidak ada saham asing di dalamnya tidak boleh lagi mempekerjakan tenaga asing sesuai dengan Undang-Undang Perikanan.
MARIA YUNIAR | HUSSEIN ABRI YUSUF
Berita Terpopuler
Soal Revisi UU KPK, Bos KPK Serang Koalisi Prabowo
PAN: Jika Terbitkan Perpu, SBY Keblinger
SBY Siapkan Perpu Batalkan UU Pilkada
Begini Kemesraan Dua Terdakwa Pembunuh Ade Sara