TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku mendengarkan aspirasi rakyat yang sangat kuat untuk menolak mekanisme pemilihan kepala daerah tidak langsung, yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada baru. Karena itu, kata SBY, dirinya memutuskan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan beleid pilkada oleh DPRD.
"Saya berpandangan, setiap rancangan undang-undang yang disusun harus mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia," ujar SBY saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Kamis malam, 2 Oktober 2014. (Baca: Anulir UU Pilkada, SBY Teken Perpu)
Menurut SBY, undang-undang yang mendapatkan penolakan kuat dari masyarakat akan menghadapi tantangan dan permasalahan dalam implementasinya. SBY menganggap penerbitan perpu pembatalan UU Pilkada tidak langsung sebagai tindakan antisipatif yang perlu dilakukan. (Baca: Jokowi Nilai UU Pilkada, MD3, dan Pimpinan DPR Tergesa, 'Ada Apa?')
Apalagi, tutur SBY, pada 2015, ada sekitar 204 pilkada di seluruh Indonesia. Jika UU Pilkada baru langsung diberlakukan, Komisi Pemilihan Umum dan KPUD akan kerepotan. Sebab, mereka membutuhkan waktu lama untuk mempersiapkan semua perangkat pemilihan oleh DPRD, "Tidak sebagaimana jika pilkada dilaksanakan secara langsung."
SBY menyadari penerbitan perpu pembatalan UU Pilkada memiliki risiko politik karena memerlukan persetujuan DPR. "Tetapi saya wajib mengambil risiko itu untuk menegaskan perjuangan bersama dengan rakyat serta guna menyelamatkan kedaulatan rakyat dan demokrasi kita," kata SBY. (Baca juga: Pimpinan DPR Dikuasai Pro-Prabowo, Puan: Zalim)
PRIHANDOKO
Berita Terpopuler
Diboikot DPR, 4 Kekuatan Besar Dukung Jokowi
Pemilihan Pimpinan DPR Tergesa-gesa, Fahri Hamzah: Demi Jokowi
Pimpinan DPR Dikuasai Pro-Prabowo, Puan: Zalim