TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Merah Putih tetap mengupayakan mekanisme pemungutan suara (voting) dalam memilih paket pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Senin, 6 Oktober 2014. Koalisi pendukung bekas calon presiden Prabowo Subianto itu menyiapkan paket pimpinan MPR yang terdiri atas Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Dewan Perwakilan Daerah, dan Partai Golkar. "Demokrat dan PPP masuk paket pimpinan," kata anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid, seusai pertemuan di kediaman Aburizal Bakrie di Jakarta, Sabtu, 4 Oktober 2014. (Baca: Lawan Kubu Prabowo, Mega-Jokowi Bisa Kalah 5-0)
Malam ini, MPR akan menentukan pimpinannya dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan. Sesuai dengan ketentuan, pimpinan MPR terdiri atas lima calon, masing-masing empat orang dari usulan fraksi di DPR dan satu dari unsur DPD. Ketentuan ini telah merobek lembaga DPR menjadi dua kubu besar.
DPD pun merasa terancam. Mereka lantas menawarkan jalan tengah, yakni Ketua MPR diisi oleh unsur DPD, sementara empat kursi wakil dibagi rata untuk koalisi pro-Prabowo dan pro-Jokowi. "Kami sepakat di posisi tengah. Tidak boleh polarisasi politik di DPR terbawa di MPR," kata Bambang Sadono, senator asal Jawa Tengah.
Koalisi partai pengusung Joko Widodo dalam pemilu presiden lalu meminta penentuan pimpinan MPR dilakukan melalui musyawarah mufakat. Mereka bersepakat posisi Ketua MPR diberikan untuk DPD. "Kami sepakat mendorong dan mendukung DPD jadi Ketua MPR," ujar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar seusai pertemuan di kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Ahad lalu. (Baca: Pemilihan Ketua MPR Berpotensi Lemahkan Pasar dan Formasi Pimpinan DPR Mengecewakan Investor)
Pertemuan di kediaman Megawati ini dihadiri, antara lain, oleh Ketua Umum Hanura Wiranto; Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Sutiyoso; Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB Muhaimin Iskandar; serta Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Menurut Muhaimin, mereka bersepakat selama tak ada perkubuan, seperti dalam Rapat Paripurna DPR pekan lalu. Ia berharap cara itu diterima koalisi pro-Prabowo, yang selalu menginginkan voting. "Musyawarah perlu ditingkatkan," katanya. (Baca: SBY Ungkap Gagalnya Pertemuan dengan Mega dan Pimpinan Koalisi Sambangi Rumah Megawati)
NasDem pun bersepakat membicarakan usul itu dengan semua pihak di MPR. “Di sana kan ada fraksi dan DPD. Kami ingin mengedepankan asas musyawarah mufakat. Namanya juga Majelis Permusyawaratan Rakyat," kata Sekretaris Jenderal Partai NasDem Rio Patrice Capella. (Baca: Jokowi: Tak Ada Jatah Menteri Koalisi Merah Putih dan Kumpul di Rumah Mega, Koalisi Jokowi Konsolidasi)
Di sisi lain, PDI Perjuangan berharap pada uji materi Pasal 15 ayat 2 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang diajukan tiga anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan pada Jumat lalu. Pasal ini mengatur pimpinan MPR dipilih dalam satu paket yang bersifat tetap. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Hukum PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan, meminta Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dan permusyawaratan hakim menyepakati uji materi ini. "Mudah-mudahan masih ada waktu," kata Trimedya. (Baca: Koalisi Prabowo Diklaim Dukung Perpu Pilkada dan Eva: Curhat SBY Hanya Cari Kambing Hitam)
Mahkamah memang mengagendakan pemeriksaan pendahuluan atas uji materi tersebut. Malamnya, MPR menentukan pimpinan. Trimedya menganggap kondisi sekarang tak normal. Pemilihan melalui voting dari paket calon membahayakan demokrasi Indonesia, yang mengedepankan musyawarah mufakat. "Kami memandang Mahkamah Konstitusi harus melakukan sesuatu," ujar Trimedya. (Baca: SBY Siapkan Perpu Batalkan UU Pilkada dan Pertemuan Usai, Jokowi Tak Sebut Nama Ketua MPR)
PRIHANDOKO | SINGGIH SOARES | TIKA PRIMANDARI | PRIHANDOKO | TRI SUHARMAN | RIKY FERDIANTO
Berita lain:
Jokowi: Tak Ada Jatah Menteri Koalisi Merah Putih
Adian Napitupulu Yakin Dana Kampanye Balik Modal
Ricuh Unjuk Rasa, 21 Anggota FPI Tersangka
Kenali Enam Tanda Wanita yang Butuh Seks
Adian: Anggota DPR Terima Rp 90 Juta per Bulan