TEMPO.CO, Yogyakarta - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, menyarankan presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi membersihkan pengaruh politikus dari komisi negara dan lembaga penting lainnya. Menurut dia, masuknya bekas politikus atau figur yang dekat dengan partai politik berisiko memperburuk kinerja banyak komisi negara dan lembaga negara penting lainnya. "Apalagi posisi hakim agung dan hakim Mahkamah Konstitusi," kata Oce di Sekretariat PUKAT UGM pada Jumat, 10 Oktober 2014.
Menurut dia, hadirnya politikus di sejumlah jajaran pimpinan lembaga negara dan komisi negara tidak hanya berpeluang memunculkan praktek koruptif. Sejumlah keputusan penting juga rawan diambil dengan pertimbangan yang susah lepas dari kepentingan politis. "Ruang politikus di komisi dan lembaga negara ke depan harus dibatasi," kata Oce. (Baca: Jokowi: Tak Ada Jatah Menteri Koalisi Merah Putih)
Dia mengatakan Jokowi bisa memulainya dengan membentuk tim panitia seleksi yang memiliki kredibilitas tidak meragukan dalam setiap proses pengisian sejumlah komisi dan lembaga negara. Larangan pendaftaran bagi politikus tidak perlu dilarang, tapi standar persyaratan pengisian jabatan itu perlu lebih diperketat. "Keputusan terakhir di presiden. Jadi, dia (Jokowi) juga harus punya komitmen politik soal ini," kata Oce.
Langkah seperti ini, ujar Oce, tidak mustahil dilakukan oleh Jokowi. Untuk sejumlah pengisian jabatan di komisi negara dan lembaga negara, presiden punya hak mengusulkan dan DPR hanya berwenang memilih calon usulan itu. "Ini agar risiko adanya proses politis di DPR bisa diminimalisir," kata dia. (Baca:Jokowi: Pilih Menteri Hak Prerogatif Presiden)
Dengan begitu, dia berpendapat untuk urusan kewenangan dalam pengisian jabatan di komisi-komisi negara dan lembaga-lembaga negara yang perlu persetujuan DPR, Jokowi tak perlu khawatir soal ancaman "veto". Menurut dia, DPR yang didominasi koalisi pendukung Prabowo tidak bisa menolak calon yang diusulkan presiden. "Kewenangannya memilih bukan menyetujui. Kalau DPR menolak usulan presiden, berarti mau mengacak-acak lembaga negara," kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM
Baca juga:
Ical Instruksikan Koalisi Hadiri Pelantikan Jokowi
Hatta Rajasa: Koalisi Dukung Program Prorakyat
Kata Pengacara Anas Soal Permintaan Nazaruddin
Studi: Polusi Udara Tingkatkan Arus Sungai