TEMPO.CO , Jakarta: PT Garuda Indonesia mengaku mengalami kerugian materi akibat kabut asap. Perusahaan pelat merah ini harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar 20 miliar setiap bulan. “Itu untuk penambahan avtur, biaya waktu tunggu lama saat mau take off atau harus berputar-putar dulu baru landing,” kata juru bicara PT Garuda Indonesia, Pujobroto kepada Tempo, kemarin. (Baca: Garuda Khawatir Efek Domino Penundaan karena Asap)
Ia menuturkan, ada 600 penerbangan Garuda setiap hari. Penerbangan yang tertunda karena asap berakibat keterlambatan pesawat berikutnya. “Penundaan pendaratan atau keberangkatan ini berpengaruh terhadap performa ketepatan penerbangan,” ucapnya.
Keluhan serupa juga diungkapkan juru bicara Citilink, Benny S Butarbutar. Ia menuturkan, masalah asap di wilayah Sumatera dan Kalimantan sudah mengganggu ritme penerbangan. Ia meminta pemerintah pusat dan daerah menanggulanginya. “Ini masalah klasih setiap tahun yang belum ada jalan keluarnya,” ujarnya, kemarin. (Baca: Tertutup Asap, Pesawat Tertahan di Kualanamu)
Kondisi asap di dua wilayah kepualan Indonesia barat itu sudah mengkhawatirkan, penerbangan menjadi lebih lama akibat lamanya pendaratan yang dilakukan oleh pilot, bahkan dalam beberapa kejadian, pilot terpaksa balik arah untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan. "Kalau memang membahayakan terpaksa kami kembali lagi ke semula," ujarnya.
Kondisi itu ujar dia diperparah dengan tidak lengkapnya landing sistem di setiap bandara di dua wilayah itu. Beberapa daerah seperti Palembang, Pekanbaru sudah memiliki alat pengontrol itu, namun Jambi hingga kini belum ada. "Itu penting untuk memberikan sinyal kepada pilot memberikan informasi soal asap," ujar dia.
ISTIQOMATUL| JAYADI SUPRIADIN
Terpopuler
Kata Prabowo Soal Wawancara Hashim Djojohadikusumo
Jadi Biang Walk-Out, Ini Sanksi SBY Buat Nurhayati
AJI Minta Hashim Buktikan jika Ada Berita Keliru