TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memprediksi tahun 2015 akan menjadi masa yang sulit bagi pemerintahannya. Sebab, pada saat itu akan ada banyak orang memprotes kebijakannya yang mengalihkan semua metode pembayaran ke sistem elektronik. (Baca: Ini Cara Ahok Atasi Masalah Jakarta)
"Saya duga pasti ribut nih tahun depan, enggak apa-apa, pasti begitu," kata Basuki di Hotel Mandarin, Jakarta, Sabtu, 11 Oktober 2014. (Berita lain: Parkir Stasiun Bogor Ditutup, KAI Didesak Bertindak)
Ahok, begitu ia biasa disapa, menyebutkan bahwa penolakan datang dari orang-orang maupun pegawai yang biasa mengutip pungutan liar dari semua bentuk pembayaran. Ia memberi contoh, salah satu sistem yang diprediksi menghasilkan penolakan datang dari petugas lapangan yang mengawasi pengerukan waduk dan sungai. Sistem pembayaran yang diatur melalui kontrak individual berdasarkan jam kerja. Artinya, kata Ahok, pengawas tersebut tak bisa lagi mengelabui jam kerja. (Baca juga: Jokowi Tetap di Rumah Dinas sampai Pelantikan)
Di bidang transportasi, Ahok menambahkan, penolakan datang dari operator-operator bus sedang. Ia menduga operator akan menolak peralihan sistem pembayaran per kilometer yang dikelola oleh PT Transportasi Jakarta. Sistem itu diciptakan untuk menghapus sistem setoran dan tradisi ngetem. Pemerintah Provinsi DKI akan mengalokasikan dana public service obligation (PSO) bagi PT Transportasi Jakarta yang dihitung berdasarkan biaya operasi minimum waktu di antara dua bus Transjakarta yang tiba di halte. (Berita lain: 23 Stasiun KRL Jabodetabek Berlakukan e-Parking)
Penolakan juga terjadi dari pengelolaan rumah susun sederhana sewa. Pembayaran sewa unit rumah susun sepenuhnya menggunakan sistem tarik tunai otomatis setiap bulan. Dengan sistem ini, pelanggaran berupa pungutan liar dan pengalihan hak sewa yang kerap terjadi di tahun ini dapat diminimalir. "Sekarang saja sudah mulai banyak yang ketahuan," ujar Ahok.
LINDA HAIRANI