TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia meminta penyebar video kekerasan di salah satu sekolah dasar di Bukittinggi, Sumatera Barat, diusut. "Secara hukum, tidak dibenarkan mempublikasikan identitas anak baik sebagai korban maupun pelaku," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Susanto, di kantornya, Senin, 13 Oktober 2014.
Pada akhir pekan lalu, jagat maya Indonesia dihebohkan oleh tayangan video pengeroyokan yang dilakukan empat siswa SD terhadap teman sebayanya yang berjenis kelamin perempuan. Dalam tayangan video berdurasi 1 menit 52 detik itu terlihat kejadian pengeroyokan dilakukan di musala sekolah. Pemukulan ini diduga terjadi karena siswi yang menjadi korban mengejek orang tua temannya. (Baca juga: Video Penganiayaan Murid SD di Bukittinggi Beredar)
Peredaran video ini, Susanto menjelaskan, telah melanggar Pasal 64 Undang-Undang Perlindungan Anak. Sebab, video itu memperlihatkan siapa saja pelaku dan korban dalam kejadian tersebut. Identitas sekolah juga tak disamarkan.(Baca juga: Penganiayaan Siswa SD Bukittinggi, Sekolah Lalai)
Menurut Susanto, hal itu dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi kondisi psikologis anak yang berada di dalam video. "Akan tercipta labelisasi yang bisa menimbulkan trauma," ujarnya.
Ihwal kasus penganiayaan tersebut, KPAI telah menunjuk lembaga bantuan hukum setempat untuk mendampingi korban. “Kami meminta agar korban mendapat rehabilitasi baik secara medis, psikis, maupun sosial," kata Susanto.
PRAGA UTAMA
Topik terhangat:
Mayang Australia | Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD
Berita terpopuler lainnya:
Di Yogya, Zuckerberg Coba Facebook di Pos Ronda
Pengganti Ahok Mantan Koruptor, Ini Kata Gerindra
Video Penganiayaan Murid SD di Bukittinggi Beredar
Di Yogya, Bos Facebook Selfie Bareng Ibu-ibu