Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Solidaritas Perempuan Tolak UU Pilkada

Editor

Zed abidien

image-gnews
Seorang aktivis berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa poster dan spanduk menolak UU Pilkada di Bundaran HI, Jakarta, 12 Oktober 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
Seorang aktivis berorasi saat menggelar aksi unjuk rasa dengan membawa poster dan spanduk menolak UU Pilkada di Bundaran HI, Jakarta, 12 Oktober 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
Iklan

TEMPO.CO, Makassar - Penolakan terhadap Undang-Undang Pilkada masih muncul meski Presiden SBY telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pilkada. Penolakan UU Pilkada kali ini datang dari Solidaritas Perempuan.

Ketua Solidaritas Perempuan Wahidah Rustam menegaskan pengesahan RUU Pilkada merupakan ancaman serius bagi proses demokrasi di Indonesia. Alasannya, UU Pilkada mengatur pilkada diserahkan kepada DPRD sesuai tingkatan masing-masing.

"UU Pilkada ini menjadi bukti nyata atas kemunduran proses demokrasi di Indonesia. Pemilihan tidak langsung merupakan bentuk pembatasan terhadap hak politik rakyat, baik perempuan maupun laki-laki," tutur Wahidah saat berunjuk rasa bersama massa Solidaritas Perempuan di Gedung DPRD Sulawesi Selatan, Senin, 13 Oktober 2014.

Wahidah menambahkan, pengesahan RUU Pilkada sangat jelas membatasi rakyat untuk mengenal dan menentukan pimpinan yang diyakini dapat membawa kepentingan. Termasuk menghilangkan ruang dan hak politik perempuan untuk akses langsung terhadap pengambilan keputusan.

"Hak yang seharusnya dipenuhi, dilindungi, dan diperkuat justru dikurangi. Sama halnya dengan akses perempuan untuk terlibat di dalam pengambilan keputusan yang selama ini sangat terbatas juga dihilangkan," katanya.

Wahidah menuturkan bahwa elite politik berhasil mengubah Undang-Undang tentang MPR, DPD, dan DPRD (UUMD3) yang mengarah pada penguasaan di parlemen. Kemudian perubahan undang-undang tersebut juga menghapus seluruh ketentuan yang menyangkut keterwakilan perempuan, salah satunya kuota 30 persen keterwakilan di lembaga legislatif.

"Meski Mahkamah Konstitusi telah membatalkan hal tersebut, upaya itu memperlihatkan perspektif anggota DPR yang tidak sensitif dan responsif gender," dia menjelaskan. Wahidah mengungkapkan upaya anggota Dewan untuk menghilangkan hak politik perempuan sangat terlihat dalam dua kebijakan yang baru disahkan. Yakni hak memilih dan menentukan langsung pemimpin daerahnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Perempuan semakin tidak punya ruang untuk menyampaikan pandangan dan menentukan pemimpin daerah atas keputusan politiknya. Padahal, sejak pilkada dilakukan secara langsung, pendidikan politik dan pemberdayaan perempuan semakin menguat," ujarnya.

Tidak hanya itu, Wahidah melanjutkan, sejak pemilihan kepala daerah secara langsung, tidak kurang dari 19 perempuan menjadi pemimpin di daerah masing-masing, baik berposisi sebagai bupati/wali kota, wakil bupati/wakil wali kota, maupun gubernur dan wakil gubernur.

"Makanya kami mendesak MK mengabulkan permohonan pembatalan UU Pilkada. Kemudian kami mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya perempuan, untuk bersatu dan menyuarakan perlawanan atas penghilangan hak politik rakyat," katanya.

ARDIANSYAH RAZAK BAKRI

Topik terhangat:
Mayang Australia
| Koalisi Jokowi-JK | Kabinet Jokowi | Pilkada oleh DPRD

Berita terpopuler lainnya:
Pengganti Ahok Mantan Koruptor, Ini Kata Gerindra

Video Penganiayaan Murid SD di Bukittinggi Beredar

Gerindra Usut Pengkhianatan Kadernya di Pilpres

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

22 Agustus 2016

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Dana Pengawasan Pilkada 2015 di 27 Daerah Masih Bermasalah  

Bawaslu telah meminta Mendagri Tjahjo Kumolo untuk memfasilitasi penyelesaian permasalahan dana hibah pengawasan pilkada 2015.


KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

12 Juli 2016

Rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Kantor KPU ini memutuskan Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menjadi pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU menggantikan Husni Kamal Manik yang tutup usia pada Kamis (07/07). TEMPO/Aditia Noviansyah
KPU Susun Opsi Verifikasi Dukungan Calon Perseorangan  

Hadar bakal meminta bantuan Direktorat Pendudukan dan Catatan Sipil memastikan keberadaan pendukung calon perseorangan.


Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

29 Juni 2016

ANTARA/Wahyu Putro A
Kajian KPK: Ada Calon yang Hartanya Minus Maju di Pilkada  

KPK melakukan penelitian dengan mewawancarai 286 calon yang kalah pada pilkada. Ini temuannya.


Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

19 Juni 2016

TEMPO/Arif Fadillah
Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna Diwarnai Keributan  

Polisi mengevakuasi anggota KPUD Muna keluar dari TPS sambil melepaskan tiga tembakan ke udara.


Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

19 Juni 2016

TEMPO/Arif Fadillah
Hari Ini Pemungutan Suara Ulang Pilkada Kabupaten Muna  

Ini merupakan pemungutan suara ulang yang kedua kali akibat saling gugat dua pasangan calon kepala daerah.


Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

6 Juni 2016

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Revisi UU Pilkada, Bawaslu Kini Bisa Periksa Politik Uang  

Bawaslu kini bisa memeriksa kasus politik uang dalam pilkada.


Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

6 Juni 2016

Sineas Indonesia Garin Nugroho. ANTARA/Teresia May
Syarat Calon Perorangan Dipersulit, Ini Kata Pendukung Garin  

Pendukung Garin menilai seharusnya DPR sebagai wakil rakyat membuat aturan yang lebih bermutu.


Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

5 Juni 2016

Ilustrasi Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Disahkannya UU Pilkada Dinilai Memicu Potensi Konflik  

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.


Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

2 Juni 2016

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI Jazuli Juwaini bersiap memimpin Rapat Pleno Fraksi PKS di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 11 April 2016. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Undang-Undang Pilkada Akhirnya Disahkan, Ini Reaksi PKS  

PKS sebelumnya menilai anggota DPR yang maju ke pilkada tak perlu mundur dari keanggotaan di Dewan, melainkan hanya perlu cuti.


DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

2 Juni 2016

Ilustrasi Rapat Paripurna di Gedung DPR, Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
DPR Sahkan Undang-Undang Pilkada

DPR akhirnya mengesahkan undang-undang tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dalam sidang paripurna hari ini.