TEMPO.CO, Jakarta - PT Rajawali Nusantara Indonesia mengajukan izin kepada Kementerian Perindustrian untuk mendirikan pabrik gula rafinasi. Izin untuk mendirikan pabrik ini dilatarbelakangi oleh kinerja perusahaan yang terus merugi akibat banjir gula rafinasi impor. "Akibat banjir gula rafinasi, kami bakal rugi Rp 300 miliar tahun ini," kata Direktur Utama PT RNI Ismed Hasan Putro di Kementerian Perindustrian, Senin, 13 Oktober 2014.
Ismed mengatakan pabrik gula rafinasi yang akan dibangun itu bakal mempunyai total kapasitas produksi sekitar 2.500 TCD (tons of cane per day) dengan total investasi sekitar Rp 1 triliun. Dana investasi itu tak semuanya diambil dari kantong RNI. Sekitar 20 persen dari total investasi ini berasal dari salah satu badan usaha milik negara dari Cina. "Saya berharap pemerintah memberikan persetujuan yang cepat. Sebab, peluang kerja sama dengan Cina ini tak akan datang untuk kedua kalinya. Apalagi, setelah tujuh tahun produksi, maka pabrik ini menjadi 100 persen milik RNI," ujarnya.
Jika izin dari pemerintah sudah di tangan RNI, mereka menargetkan akan memulai pembangunan pada November 2014. Rencananya, pembangunan pabrik gula rafinasi ini dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, RNI akan membangun dengan kapasitas sekitar 700 TCD dulu, kemudian berkembang hingga mencapai 2.500 TCD dalam kurun waktu tiga tahun mendatang.
Dari hasil produksi gula rafinasi milik RNI ini, sekitar 60-70 persen akan dimanfaatkan untuk pasar ekspor, sedangkan sisanya pasar domestik. "Saya tidak lagi berharap pada pemerintah saat ini. Saya berharap pemerintah Jokowi menindak tegas agar ada perlakuan adil. Untuk industri yang berbasis impor malah dilindungi, sementara yang berbasis tebu petani malah dibiarkan mati," ujar Ismed.
AMIR TEJO
Berita Terpopuler
Di Yogya, Zuckerberg Coba Facebook di Pos Ronda
Pengganti Ahok Mantan Koruptor, Ini Kata Gerindra
Video Penganiayaan Murid SD di Bukittinggi Beredar
Di Yogya, Bos Facebook Selfie Bareng Ibu-ibu