TEMPO.CO, Bekasi - Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan wilayah yang dia pimpin saat ini memasuki masa transisi dari daerah pertanian menjadi kota jasa dan perdagangan. "Harus berpikir jauh," katanya, Selasa, 14 Oktober 2014. (Baca: Dirisak, Pemko Bekasi Galang Dukungan).
Rahmat mengatakan fase transisi itu terwujud dalam pembangunan pusat perbelanjaan, permukiman vertikal atau apartemen, hotel, serta pertokoan. Dengan pembangunan itu, pendapatan asli daerah dapat digenjot.
Menurut Rahmat, Bekasi adalah kota metropolitan. Perbandingan antara 2,6 juta jiwa penduduk dan luas wilayah 21 ribu hektare di Bekasi, dia melanjutkan, sudah ideal. Karena itu, pengembangan infrastuktur jasa dan perdagangan terus ditumbuhkan. "Nantinya, masyarakat bisa beraktivitas di dalam kota," ujarnya. (Berita lain: Jalan Rusak dan Gersang Bikin Bekasi Dirisak)
Namun, perkembangan sektor perdagangan dan jasa membuat ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) baru 13 persen. Karena itulah muncul sindiran bahwa Kota Bekasi sangat panas. "Susah untuk memenuhi, karena harga tanah semakin mahal," kata Kepala Dinas Tata Kota Bekasi Koswara.
Sesuai dengan undang-undang, Kota Bekasi wajib menyediakan 30 persen RTH. Rinciannya, pemerintah menyediakan 10 persen untuk RTH publik, sedangkan 20 persen disediakan oleh swasta atau masyarakat sebagai RTH privat. (Baca: Bekasi Dirisak, Sopir Bus Bekasi-Jakarta Berbagi Cerita)
Koswara tak dapat memastikan kapan angka 30 persen itu bisa dipenuhi. Soalnya, pembangunan RTH membutuhkan pembelian lahan. Sedangkan harga tanah di Kota Bekasi semakin melambung. Di pusat kota saja, menurut dia, harga tanah sudah di atas Rp 1 juta per meter persegi. "Satu persen saja bisa menghabiskan Rp 1 triliun," kata Koswara.
ADI WARSONO
Berita Terpopuler
Fahri Hamzah Kritik Popularitas Jokowi di Internet
Pendiri Facebook Temui Jokowi, VOA Islam Berang
Komentari FPI, Megawati Ditanya Balik