TEMPO.CO, Banyuwangi - Pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengatakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla cukup sulit untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi ke angka rata-rata 7 persen. "Dugaan saya pertumbuhan ekonomi lima tahun mendatang tak sampai 7 persen," kata Faisal Basri di Banyuwangi, Selasa, 21 Oktober 2014.
Menurut Faisal, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama hanya 5,2 persen dan triwulan kedua melorot 5,1 persen. Kalau tim ekonomi Jokowi-JK bekerja maksimal, maka target pertumbuhan ekonomi pada 2015 hanya 5,8 persen. (Vaca juga: Jokowi Incar Pertumbuhan Ekonomi di Atas 7 Persen)
Faisal memperkirakan target 7 persen baru terpenuhi menjelang masa jabatan Jokowi-JK berakhir. "Tapi rata-ratanya tidak sampai 7 persen," kata Faisal.
Selama 10 tahun terakhir, kata Faisal, Indonesia mengalami pemburukan yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup rendah. Antara lain pada 2007, Indonesia mengalami defisit pangan karena angka impor lebih tinggi dibandingkan ekspor. Setahun kemudian pada 2008, defisit manufaktur juga terjadi sebagai akibat angka ekspor lebih tinggi ketimbang impor.
Masih berlanjut hingga 2012, secara total perdagangan di Indonesia mengalami defisit sebagai imbas meroketnya impor. Sektor migas juga mengalami defisit sejak 2004 sebesar US$ 3,8 miliar dan kian membengkak menjadi US$ 27 miliar. "Padahal pada 2003, Indonesia masih surplus minyak," katanya.
Baca Juga:
IKA NINGTYAS
Berita lain:
Gaya Santai Jokowi di Hari Pertama Jadi Presiden
Penampilan Iriana Jokowi Ingatkan Ibu Tien Suharto
JK Coret Calon Menteri Bertanda Merah dari KPK