TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nur Wahid mengusulkan agar Hari Santri digeser menjadi pada 22 Oktober. Usul Hari Santri ini pernah dilontarkan calon Presiden Joko Widodo saat berkampanye di beberapa pesantren yang menjadi basis nahdliyin. Jokowi ingin pada 1 Muharam (pada 2014 bertepatan dengan 25 Oktober) menjadi Hari Santri.
"Jangan 1 Muharam sebagai Hari Santri," kata Hidayat di kompleks DPR, Jumat, 24 Oktober 2014. Musababnya, momen itu merupakan tahun baru umat Islam yang diperingati di seluruh dunia. "Baik untuk yang santri maupun tidak." (Baca: PDIP Dukung Jokowi Tetapkan Hari Santri Nasional)
Hidayat mengusulkan peringatan Hari Santri nanti terkait dengan warisan atau jasa santri. Misalnya, 22 Oktober saat Kiai Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, mengeluarkan fatwa resolusi jihad. Hidayat mengaku sudah mengkomunikasikan hal itu dengan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama Said Aqil Siradj. "Beliau sepertinya setuju."
Melalui akun Twitter-nya, @fahrihamzah, politikus PKS Fahri Hamzah pernah mencuit soal Hari Santri pada 27 Juni 2014. Bunyinya, "Jokowi janji 1 Muharram hari Santri. Demi dia terpilih, 360 hari akan dijanjikan ke semua orang. Sinting!"
Kicauan Fahri itu menanggapi janji Jokowi atas tuntutan santri di Pondok Pesantren Babussalam, Banjarejo, Malang, Jawa Timur. Para santri ingin menjadikan 1 Muharam sebagai hari santri nasional. Arti 'sinting' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tidak beres pikirannya.
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Terpopuler
Ujian CPNS, Anak Jokowi Dapat Nilai 300
Di Singapura, Kaesang Jokowi Dikira Petugas MRT
Saat Kaesang Jokowi Tukar Menu Ayam Si Bapak
Ini Beberapa Calon Baru Kabinet Jokowi