TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusi menilai masalah terbesar dari sektor perikanan saat ini adalah akses nelayan dari tempat penangkapan ke pasar. Kesulitan ini membuat nilai hasil tangkap nelayan menurun hingga 10 persen. "Banyak yang mati, jadi nilai tangkapannya menurun," kata dia saat ditemui di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa, 28 Oktober 2014.
Menurut Susi, perbaikan dan pembangunan sarana transportasi di daerah terkecil dapat membantu nelayan menembus mata rantai pasar. Nelayan diharapkan dapat langsung menjual hasil tangkapannya ke pasar dengan kondisi hasil tangkapan masih hidup. "Saya dorong pemerintah daerah untuk berinvestasi dengan membangun bandara kecil," ujarnya. (Baca: Susi Pudjiastuti Jadi Menteri, Cakra Khan Bangga)
Bandara kecil, dinilai Susi, dapat menjadi satu cara menjaga hasil tangkapan nelayan tetap hidup hingga di pasar. Investasi yang diperlukan pun tak membutuhkan biaya yang besar. "Cukup memperbaiki landasan pacu saja, tak perlu sampai Rp 10-20 miliar," kata dia.
Susi mencontohkan, dulu pengangkutan lobster menggunakan kapal feri dari Pulau Simeuleu, Aceh, membutuhkan waktu sembilan jam menuju Medan, Sumatera Utara. Jarak tempuh yang cukup lama, kata Susi, membuat hasil tangkapan banyak yang mati. "Nelayan jadi rugi banyak," katanya. (Baca: Pengamat Mode: Gaya Berkebaya Menteri Susi Asyik)
Harga lobster dari daerah Simeuleu, kata Susi, hanya mencapai Rp 30-40 ribu karena kondisi yang sudah mati. "Kalau masih hidup nilainya kan lebih besar dan memberikan nilai tambah bagi nelayan," ujar Susi. (Baca: Di Twitter, Menteri Susi Dicerca dan Dipuja)
SAID HELABY
Terpopuler:
Eva Sundari Kecewa Tak Jadi Menteri Jokowi
Ada 5 Kandidat Jaksa Agung, Siapa Dipilih Jokowi?
Nama Susi Jadi Trending Topic di Twitter
Ditawari Tiga Pos, Kenapa Tjahjo Pilih Kemendagri?