TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk yang menjadi terdakwa korupsi, menghadapi sidang dengan agenda pembacaan vonis di Pengadilan Korupsi, Jakarta, Rabu, 29 Oktober 2014. Sidang ini merupakan pengganti sidang Senin, 27 Oktober 2014, karena ketua majelis hakim yang bertugas ke luar kota. (Baca: Terima Suap Rp 900 Juta, Bupati Ini Mohon Ampun)
Sebulan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Yesaya Sombuk, Bupati Biak Numfor, dan Teddy Renyut, Direktur PT Papua Indah Perkasa, karena dinilai terbukti terlibat korupsi. Yesaya dituntut penjara selama 6 tahun plus denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan serta hak politik dicabut. Sedangkan Teddy dituntut penjara selama 4 tahun ditambah denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Yesaya mengakui pernah menerima Sin$ 100 ribu atau sekitar Rp 900 juta dari pengusaha Teddy Renyut untuk membayar utangnya setelah pilkada Biak Numfor awal 2014. Uang tersebut, tutur Yesaya, diminta ketika dirinya berada di Hotel Amaris, Jakarta, 5 Juni lalu. Duit diberikan untuk memuluskan proyek tanggul laut senilai Rp 20 miliar.
Jaksa menjerat Yesaya dengan Pasal 12 huruf A Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa juga berpendapat proses persidangan berhasil membuktikan Yesaya menerima hadiah dari Teddy Renyut agar mengarahkan proyek pembangunan tanggul laut abrasi pantai di Kabupaten Biak Numfor dikerjakan oleh PT Papua Indah Perkasa. Proyek talud kala itu sedang diusulkan dalam APBN Perubahan 2014 di pos Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal yang dipimpin Helmy Faisal Zaini. (Baca: Tersangka Korupsi Bayari Tiket Umrah Menteri Helmy)
Jaksa KPK, Antonius Budi Satria, mengatakan Teddy terbukti secara aktif menyuap penyelenggara negara. Jaksa KPK menyebut Yesaya dan Teddy berkenalan sejak Bupati Biak Numfor itu kerap datang ke Jakarta untuk mengurus sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi. Teddy kerap menawarkan untuk mengurus penginapan Yesaya selama di Jakarta. Lantas pada 5 Juni 2014, Yesaya datang ke Jakarta dan menghubungi Teddy untuk berkunjung ke Hotel Acacia, Jakarta.
Di tengah percakapan, Yesaya mengatakan pada Teddy bahwa sedang membutuhkan uang sebesar Rp 600 juta. Menjawab permintaan tersebut, Teddy mengatakan kesanggupannya. "Saat ini saya tidak ada uang, tapi kalau kaka ada memberikan pekerjaan pasti, saya bisa mengambil kredit dari bank," kata Teddy.
Menanggapi hal itu, Yesaya lantas berpesan pada Teddy agar mengawal proyek di Kabupaten Biak Numfor. "Kalau ada proyek ke Biak, kau yang kawal, kau yang kerja," kata Yesaya. Lantas, Teddy menyanggupi permintaan uang Rp 600 juta dalam bentuk dolar Singapura. Mata uang yang dipakai juga atas permintaan Yesaya.
Penyerahan uang dilakukan dalam dua tahap, yakni pada 13 Juni dan 16 Juni 2014 di Hotel Acacia, Jakarta. Teddy ditemani oleh Yunus Saflembolo, Kepala Dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Biak Numfor, menyerahkan uang sejumlah Sin$ 63 ribu dalam amplop putih. Uang itu dibagi ke dalam 6 lembar pecahan Sin$ 10 ribu dan 3 lembar pecahan Sin$ 1.000. Pertemuan kedua masih di tempat yang sama uang senilai Sin$ 37 ribu diserahkan Teddy yang dibagi dalam 37 lembar pecahan Sin$ 1.000. Saat pertemuan kedua ini, KPK mencokok Teddy dan Yesaya.
Dalam nota pembelaannya, Yesaya mengaku menerima suap dari Teddy karena terlilit utang. Dia menyebut hutangnya menumpuk setelah mengikuti pemilihan kepala daerah di Kabupaten Biak Numfor, Papua.
RAYMUNDUS RIKANG
Berita terpopuler lainnya:
Hina Jokowi di FB, Tukang Tusuk Sate Ini Ditahan
Paripurna DPR Ricuh, Meja Rapat Digulingkan
Jas yang Pantas Agar Jokowi Tampil Lebih Wibawa
Setop Selfie demi Kesehatan Anda