TEMPO.CO, Jakarta - Penulis Ahmad Fuadi berpendapat Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober merupakan ikrar penting anak bangsa. (Baca: Hari Sumpah Pemuda, Seniman Pentaskan 'Puisi Diam')
"Sekarang maknanya sering terlupakan dan hanya sebatas seremonial saja," kata penulis novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna ini pada Selasa, 28 Oktober 2014 di Jakarta.
Pria kelahiran Maninjau, Sumatera Barat, 30 Desember 1972 ini menyoroti kondisi Indonesia yang sekarang kerap bersilang sengketa dan menghabiskan energi untuk bertengkar.
Padahal, menurut alumnus School of Media and Public Affairs, Universitas George Washington ini, bangsa Indonesia harus mengingat kembali tahun 1928 saat para pemuda hebat di Tanah Air menawarkan perekat bangsa, yaitu bangsa, nusa, dan bahasa. (Baca: 15 Penulis Terpilih Ikuti Ubud Writers Festival)
"Seharusnya semangat ini relevan dengan kondisi sekarang. Menjadi semangat murni untuk menyatakan identitas bersama dalam entitas bangsa, nusa, dan bahasa," kata pria yang biasa disapa Fuadi.
Suami Danya Dewanti ini juga melihat kaum muda sekarang memberikan harapan yang baik. Dia menyoroti beberapa prestasi para pemuda Indonesia yang menurut dia sebagai bibit yang lebih baik dalam sisi ilmu, gizi, dan sebagainya dibanding anak muda di masa dulu.
"Untuk itu mereka perlu role model dalam ranah publik untuk bisa membuat mereka melampaui potensinya," kata Fuadi menunjuk novel dan komunitas menaranya sebagai salah satu cara menghadirkan role model di depan mata generasi muda. (Baca: Ahmad Fuadi: Membakar Dusta)
HADRIANI P
Terpopuler
Cakra Khan: "Ibu Susi Nyentrik dan Modis"
Susi Pudjiastuti Jadi Menteri, Cakra Khan Bangga
Oscar Lawalata Jatuh Cinta dengan Tenun Timor
Jadi Diri Sendiri Ala Tri Handoko
Victoria Beckham Pengusaha Perempuan Terkaya