TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan Presiden Joko Widodo tidak perlu mendapatkan persetujuan lembaganya untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi yang rencananya dilakukan sebelum 1 Januari 2015. (Baca: Kenaikan Harga BBM Tunggu Restu Jokowi)
Menurut Fahri, untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah Jokowi hanya menggunakan ruang fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014. "Karena APBN hingga akhir 2014 sudah diketuk oleh DPR periode sebelumnya. Nanti tinggal pertanggungjawabannya saja," ujar Fahri kepada Tempo, Rabu, 29 Oktober 2014. (Baca: Harga BBM Diusulkan Naik Rp 3.000 per Liter)
Fahri menuturkan DPR akan membantu pemerintah dalam bekerja. "Jangan mempersulit, pemerintah tidak harus meminta persetujuan DPR," katanya. Ketika ditanya soal dugaan DPR akan menghambat program pemerintahan Jokowi, Fahri hanya menjawab singkat. "Tidak ada masalah. Yang baik akan kami dukung," kata Fahri, yang membidangi kesejahteraan rakyat. (Baca: Nasib BBM Bersubsidi Dibahas di Kantor Wapres)
Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan Taufik Kurniawan berujar, meski Presiden Jokowi tidak perlu persetujuan DPR dalam menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah masih perlu mendengarkan pertimbangan parlemen, terutama soal efek kebijakan itu. "Perlu ada penjelasan kepada DPR mengenai alasan kenaikan harga BBM," katanya.
Pengawasan dan transparansi dalam pengurangan subsidi BBM, tutur Taufik, juga akan terus dilakukan DPR. Menurut dia, hal itu dilakukan karena menaikkan harga BBM bersubsidi mempunyai dampak besar berupa pengurangan daya beli masyarakat dan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Meski demikian, Taufik mengapresiasi ketegasan pemerintah yang berencana menaikkan harga BBM bersubsidi sebagai langkah berani dan tepat, walaupun kebijakan itu nantinya tidak populis. (Baca: CT: Pemerintahan Baru Naikkan BBM November 2014)
RIDHO JUN PRASETYO
Berita Terpopuler
Hina Jokowi di FB, Tukang Tusuk Sate Ini Ditahan
Penghina Jokowi di Facebook Unggah Gambar Cabul
Tak Mau MA Dipenjara, Keluarga Minta Bertemu Jokowi