TEMPO.CO, Jakarta - Antisipasi pelaku pasar terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi memicu penguatan rupiah. Ekonom dari PT Bank Internasional Indonesia, Juniman, mengatakan pasar menilai saat ini adalah momentum yang tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.
Dalam transaksi pasar uang, Jumat, 31 Oktober 2014, rupiah menguat 54 poin (0,45 persen) ke level 12.085 per dolar Amerika Serikat. Rupiah berhasil lepas dari tekanan dolar AS di tengah pelemahan yang terjadi pada sebagian besar mata uang Asia.
Beredar kabar di kalangan masyarakat bahwa Presiden Joko Widodo akan menaikkan harga BBM bersubsidi per 1 November 2014. Meski kemudian dibantah, pelaku pasar masih berspekulasi bahwa kenaikan harga BBM akan dilakukan dalam waktu dekat. Bagi pasar, semakin cepat pengumuman kenaikan harga BBM semakin baik. (Baca: Pengamat: Pasar Tunggu Kerja Tim Ekonomi)
Menurut Juniman, kenaikan harga BBM yang diumumkan pada akhir pekan lebih baik karena mengurangi ongkos politik yang tidak perlu akibat demonstrasi atau proses politik di DPR. "Selain itu, dengan pengumuman yang dilakukan secara tiba-tiba, aksi spekulan nakal penimbun BBM bisa diminimalkan."
Ia menjelaskan, dua skenario pergerakan rupiah dengan atau tanpa kenaikan harga BBM. Apabila harga BBM naik per 1 November 2014, pergerakan rupiah pada pekan depan akan menguat hingga kisaran 11.950 per dolar AS. Sebaliknya, kalau harga BBM tidak jadi naik, pasar akan kecewa dan rupiah bisa terpental ke level 12.200 per dolar AS. "Pada akhir pekan ini, pasar akan wait and see menunggu keputusan harga BBM," ujar Juniman. (Baca juga: Waspada, Laju Indeks Saham Terjegal Aksi Jual)
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Ini Sebab Presiden Jokowi Susah Dilengserkan MPR
Fadli Zon Keluarkan Ancaman untuk DPR Tandingan
Kemlu AS: Menhan Ryamizard bukan Pelanggar HAM