TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan ada beberapa penyebab maraknya pencurian ikan dan rendahnya hasil tangkapan nelayan lokal. Menurut Susi, hal ini disebabkan oleh peraturan di sektor kelautan di Indonesia lebih longgar ketimbang negara lain.
Hingga saat ini, ujar Susi, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang belum menerapkan batasan dalam mengeksplorasi dan mengkomersilkan hasil laut. "Akibatnya, siapa saja bisa datang untuk melakukan apa saja, menangkap apa saja, tanpa ada kuota dan metode yang benar," tuturnya dalam wawancara khusus, Jumat, 31 Oktober 2014. (Baca: Potensi Maritim Indonesia Rp 9.300 Triliun)
Susi mengatakan negara maju seperti Australi menerapkan aturan yang membatasi masa izin kapal penangkap ikan. Pemerintah negara maju juga membatasi jenis dan ukuran ikan yang bisa ditangkap.
Selain itu, kata Susi, biaya izin menangkap ikan di negara maju cukup tinggi, sehingga bisa memberi kontribusi besar bagi pendapatan negara. Dia mencontohkan, biaya untuk menangkap ikan di perairan Australia senilai lebih dari US$ 1 juta. Izin itu hanya berlaku untuk beberapa bulan dan jenis ikan tertentu. "Indonesia tidak memiliki aturan seperti itu dan penegakan hukumnya juga lemah." (Baca: Jaga Habitat Ikan, Menteri Susi Ceburkan Truk ke Laut)
Untuk membenahi masalah ini, Susi berniat membahasnya bersama duta besar negara-negara pemilik kapal ikan yang ada di Indonesia. Susi berniat membuat nota kesepahaman tertentu yang harus ditaati agar semua pihak merasakan manfaat dari sektor kelautan yang lestari. "Indonesia juga bisa mendapatkan keuntungan dari bisnis tersebut," katanya.
SAID HELABY
Berita Terpopuler
Ini Sebab Presiden Jokowi Susah Dilengserkan MPR
Jadi Menteri, Gaji Susi Tinggal 1 Persen
Fadli Zon Keluarkan Ancaman untuk DPR Tandingan