TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana dan juga pengajar di Universitas Trisakti, Andi Hamzah, menilai jaksa agung sebaiknya berasal dari internal kejaksaan. Jaksa agung yang berasal dari luar dinilai kurang biasa menjalankan institusi kejaksaan sehingga akan menimbulkan kekacauan.
"Pekerjaan jaksa agung sungguh sangat berat, karena selain administrasi, dia juga memimpin penuntutan. Memimpin penuntutan ini tugas yang berat seali," kata Andi saat dihubungi Tempo pada Ahad, 2 November 2014. (Baca: Benny K. Harman: Jaksa Agung dari Internal, Nonpartai)
Selain itu, menurut Undang-Undang Kejaksaan, jaksa agung harus seorang sarjana hukum yang telah mengikuti pendidikan jaksa dan memiliki pengalaman. Namun, Andi berharap jaksa yang dipilih tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun.
Latar belakang partai politik membuat jaksa agung tersebut memiliki kepentingan dan ditakutkan tidak berani mengambil putusan yang bertentangan dengan kepentingan tersebut.
"Pengalaman saya, tidak ada negara yang jaksa agungnya bersangkut paut dengan kabinet, kecuali Amerika, ya," kata Andi. (Baca: Ketua PPATK Enggan Komentari Posisi Jaksa Agung )
Jaksa agung independen pun tidak memiliki kendala dalam menangkap menteri atau pejabat lain yang terlibat kasus. Andi mencontohkan Jaksa Agung R. Suprapto yang menjabat pada tahun 1951-1959. Saat menjabat, ia menangkap tiga orang menteri yang terindikasi kasus.
Harapan Andi, jaksa agung yang baru pun dapat bersikap berani seperti orang yang dijuluki Bapak Kejaksaan Republik Indonesia itu.
URSULA FLORENE SONIA
Baca juga:
Kurator Seni: Logo Baru Yogyakarta Mirip Iklan Obat Kuat
Penghina Presiden Ini Masih Ditahan Polisi
JK Minta Perantau Sulsel Jaga Kebhinekaan
Raden Nuh Ditangkap, Tetangga Kos Tak Tahu