TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arya Bima, mengatakan rencana pemekaran jumlah komisi DPR sulit dilakukan.
Menurut Arya, ini karena DPR harus mengubah Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD, dan tata tertib DPR terlebih dahulu. "Prosesnya lama, bisa memakan waktu setahun lebih, karena harus diajukan dulu ke komisi, pembentukan panitia khusus, ke badan musyawarah, ke badan legislasi, dan lainnya," kata Arya ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Senin, 3 November 2014. (Baca: Untung Rugi Pemekaran Komisi DPR versi LSM)
Arya mengatakan koalisi Jokowi juga tidak menerima alasan yang dikemukakan koalisi Prabowo bahwa rencana pemekaran komisi merupakan upaya koalisi Prabowo untuk mengakomodasi kepentingan koalisi Jokowi. "Kesannya kok kayak kami minta kekuasaan," kata Arya.
Sebelumnya di tempat berbeda, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan koalisi Prabowo akan menawarkan wacana pemekaran komisi kepada koalisi Jokowi dalam rapat paripurna esok hari. (Baca: DPR Kembali Wacanakan Pemekaran Komisi)
Menurut Fahri, fraksi pendukung Prabowo mengaku tidak keberatan berbagi kursi pimpinan dengan fraksi pendukung pemerintah asalkan mereka mau menyetorkan nama-nama anggota fraksinya dalam rapat paripurna. "Setor dulu. Nanti kita bisa nego," kata Fahri.
Arya meminta agar koalisi Prabowo mau bermusyawarah untuk menyelesaikan kekisruhan DPR ini. "Inisiasikan musyawarah dulu, proposal kami hanya ingin 16 posisi wakil ketua di pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan, itu berarti kuang dari 25 persen dari total 63 posisi yang ada. Kok kesannya begitu sulit. Padahal pertemuan-pertemuan elite partai sudah dilakukan. Kami penasaran apa hidden agenda mereka," kata Arya.
RIDHO JUN PRASETYO
Terpopuler:
Ini Fasilitas Kamar Kos Raden Nuh
Raden Nuh @TrioMacan2000 Bos Perusahaan Media
Raden Nuh Ditangkap, Polisi Sita Empat Ponsel
Raden Nuh Ditangkap, Asatunews Tak Update Berita
@TrioMacan2000 Mengaku Tahu Korupsi Ahok