TEMPO.CO, Yogyakarta - Borobudur Writers and Cultural Festival kembali digelar di Magelang, Jawa Tengah, dan Yogyakarta, 12-15 November 2014. Tahun ini acara tersebut mengangkat tema "Ratu Adil: Kuasa dan Pemberontakan di Nusantara".
Borobudur Writers & Cultural Festival tahun ketiga ini melibatkan setidaknya 250 penulis sastra, sejarawan, arkeolog, dan jurnalis. "Mereka akan membahas sejarah kekuasaan yang pernah ada dalam sejarah Nusantara," kata ketua pelaksana Yoke Darmawan melalui surat elektronik yang diterima Tempo, Kamis, 6 November 2014. (baca juga: Borobudur Writer Festival Digelar 17 Oktober 2013)
Organisasi nirlaba bidang kebudayaan, Samana Foundation, menjadi penyelenggaranya. Selain seminar, acara tahunan ini juga menampilkan panggung musik, tari, pembacaan puisi, pameran seni rupa tentang Candi Borobudur, pemahaman tubuh melalui silat, dan pentas monolog. Ada pula pemutaran film tentang kekuasaan dan kekerasan, diskusi buku arkeologi, dan peluncuran buku sastra berlatar sejarah kekuasaan.
Serangkaian acara Borobudur Writers and Cultural Festival akan digelar di Hotel Manohara, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Hotel Hyatt Regency Yogyakarta, Hotel Sheraton Mustika Yogyakarta, Desa Gejayan di lereng Gunung Merbabu, dan Desa Tutup Ngisor di lereng Gunung Merapi.
Sejumlah pakar akan membahas konsep kekuasaan yang pernah ada di Nusantara. Di antaranya Daud Aris Tanudirjo yang berbicara tentang "Sejarah Ratu Adil Masa Jawa Kuno: dari Kediri ke Penanggungan", Peter B.R.Carey berbicara mengenai "Diponegoro, Ratu Adil dan Tata Kuasa dalam Masyarakat Jawa", A. Setyo Wibowo membahas "Ratu Adil Yunani Kuno dalam Perbandingannya dengan Ratu Adil di Jawa", dan Sri Margana bicara "Ratu Adil: Kekuasaan dan Keraton".
Kemudian Mukhlis Paeni akan berbicara mengenai "Ratu Adil dan Pergerakan Sosial di Nusantara: Kasus Sulawesi Selatan", Otto Syamsuddin Ishak tentang "Ratu Adil dan Pergerakan Sosial Nusantara: Kasus Aceh". Ada pula Jean Couteau bicara perihal "Ratu Adil dan pergerakan Sosial: Kasus Bali".
Enos H. Rumansara bicara "Ratu Adil dalam Masyarakat Papua: Kasus Suku Siak". Ada juga Bambang Purwanto, "Kuasa dalam Nalar Nusantara Modern"; Budiawan perihal "Ideologi dan Sejarah Pemberontakan Kiri di Nusantara", dan Al Makin membahas "Fenomena Kemunculan Berbagai Nabi Palsu dan Pergerakan Islam di Nusantara".
Seperti dua tahun sebelumnya, akan ada penghargaan Sanghyang Kamahayanikan Award 2014. Penghargaan ini diberikan kepada tokoh yang memberikan sumbangan besar dalam mengkaji budaya dan sejarah Nusantara. Penerimanya adalah sejarawan, sastrawan, arkeolog, budayawan, penulis buku berlatar belakang sejarah, dramawan, dalang, rohaniwan, dan filolog. Nama penghargaan itu mengambil dari kitab Buddhis Jawa bernama Sang Hyang Kamahayanikan.
SHINTA MAHARANI
Berita lain:
Hina Al-Quran, Sepasang Umat Kristen Dibakar
Jembatan Selat Sunda Ancaman bagi Indonesia
Fahri Hamzah: Kartu Pintar dan Sehat Jokowi Ilegal