TEMPO.CO, Jakarta - Rencana Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dikhawatirkan akan mengungkit laju inflasi. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan setiap kenaikan harga BBM Rp 1.000 per liter menyumbang kenaikan inflasi 1,29 persen. (Baca:BPH Migas Sarankan BBM Naik Rp 3.000)
Menurut Juda, angka kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 per liter akan berkontribusi terhadap laju inflasi sebesar 2,58 persen. "Maka bila kenaikan harga Rp 3.000 per liter, dampaknya terhadap inflasi mencapai 3,86 persen," kata dia dalam Economic Outlook yang digelar oleh CORE Indonesia di Hotel JS Luwansa, Kamis, 6 November 2014.
Juda menyebut sumbangan harga BBM terhadap inflasi terdiri dari tiga komponen. Ketiganya adalah kenaikan harga BBM itu sendiri, dampak tak langsung terhadap kenaikan tarif angkutan, dan efeknya pada kenaikan harga barang lain. (Baca:Harga BBM Belum Naik, SPBU Sudah Penuh Antrean)
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin menyatakan bahwa kenaikan harga BBM belum tentu berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. "Kalau BBM naik tentu berdampak pada inflasi dan semakin menurunnya daya beli masyarakat. Namun, itu bukan berarti berlaku pada pertumbuhan ekonomi," ujarnya.
Menurut Suryamin, dampak inflasi dan pertumbuhan ekonomi akibat adanya kenaikan harga BBM bisa berbeda. Jika pemerintah mengalihkan subsidi BBM ke sektor produktif, seperti infrastruktur dan pertanian, maka pertumbuhan ekonomi bisa terjaga atau bahkan bisa meningkat. (Baca:PDIP Belum Restui Jokowi Naikkan Harga BBM)
PINGIT ARIA
Terpopuler
Hina Al-Quran, Sepasang Umat Kristen Dibakar
Fahri Hamzah: Kartu Pintar dan Sehat Jokowi Ilegal
Kisah Jokowi dan Gulai Kepala Kakap
Di Makassar, Jokowi Pesan Gulai Kakap Merah
Sidak Penampungan TKI, Menteri Hanif Lompat Pagar