TEMPO.CO, Jakarta - Dari berbagai telepon seluler cerdas yang ada di pasar, Erwansyah Anoem tetap setia dengan ponsel bermerek Nokia. Bukan tanpa alasan mengapa pria 28 tahun itu jatuh hati pada ponsel buatan perusahaan Finlandia yang kini telah diakuisisi oleh raksasa teknologi Microsoft itu. (Baca: Microsoft Hentikan Penjualan Windows 7)
Karyawan swasta ini pertama kali menjajal Nokia seri Lumia 920 berbasis Windows Phone pada 2012. Sejak saat itulah karyawan swasta di Jakarta itu tak mau menggunakan ponsel dengan sistem operasi yang lain. Kini ponsel yang ia genggam adalah Lumia seri terbaru, yaitu Lumia 1520, yang juga berplatform Windows. (Baca: Android Masih Rajai Pasar Ponsel Cerdas)
“Karena berawal sebagai pencinta Nokia, saya sudah telanjur nyaman,” kata Erwan, pekan lalu.
Tak mengherankan bila Erwan menyukai ponsel Lumia-nya. Sistem operasi Windows identik dengan produktivitas. Selama puluhan tahun, peranti lunak buatan Microsoft tersebut menemani ratusan juta orang di seluruh dunia kala sedang bekerja menggunakan komputer.
Belakangan, ketika perangkat bergerak semakin menjamur, Microsoft pun menciptakan platform Windows Phone untuk telepon cerdas dan Windows untuk sabak digital (tablet).
Seri Lumia, yang sebelumnya bernama Nokia Lumia, sukses memperkenalkan ponsel cerdas berbasis Windows Phone ke seluruh dunia. Nama besar Nokia cukup mempengaruhi orang untuk membelinya, termasuk Erwan.
Beberapa faktor penting dalam membeli gadget, menurut dia, adalah kapasitas memori, kualitas kamera, dan tampilan antarmuka (user interface). Harga tinggi pun tidak jadi masalah. Erwan rela merogoh kocek sebesar Rp 8,5 juta demi membeli Lumia 1520.
Namun Lumia bukan satu-satunya ponsel berplatform Windows Phone. Sejalan dengan kesuksesan Lumia, produsen lain pun mulai melirik Windows Phone, seperti Samsung, Asus, dan HTC. Berbagai alasan mereka ungkapkan. Dari fungsi penunjang produktivitas hingga sistem penyimpanannya yang menggunakan teknologi komputasi awan atau cloud.
Munculnya ponsel berbasis Windows Phone yang lain membuat Erwan tertarik untuk menjajalnya. “Saya penasaran dengan HTC, terutama kualitas kameranya,” ucap dia.
HTC, yang kini bertengger sebagai salah satu merek ponsel top dunia, telah menciptakan versi Windows Phone bagi produk premiumnya, One M8. Dibekali prosesor quad-core dan RAM 2 gigabita, ponsel ini pun menjadi andalan perusahaan Taiwan itu pada 2014. Harganya cukup tinggi, yaitu US$ 649 atau Rp 7,9 juta.
Produsen lokal, SpeedUp, belum lama ini turut memperkenalkan sabak digital yang dibekali Windows. Produk tersebut bakal meluncur antara Desember mendatang dan Januari 2015. “Namanya masih rahasia,” ujar Direktur Pemasaran dan Produk SpeedUp Rahmad Widjaja Sakti di Jakarta, pertengahan Oktober lalu.
SpeedUp punya alasan khusus membekali produknya dengan platform itu. Menurut Rahmad, selama ini produsen terlena menghadirkan produk dengan platform Android yang hanya mengunggulkan fungsi hiburan.
“Kami ingin agar masyarakat Indonesia menggunakan gadget bukan cuma untuk main Facebook atau Twitter,” kata Rahmad.
Dia yakin perangkat berbasis Windows akan terus dicari. Hal ini karena portofolio Windows yang sudah sukses membangun mindset masyarakat sebagai peranti lunak untuk bekerja.
Produsen lokal lain yang juga merambah pasar Windows adalah Advan lewat Vanbook W80 dan W100. Sistem operasinya dibekali seri terbaru Windows, yakni Windows 8.1. Adapun keduanya berukuran 8 inci dan 10 inci.
“Pasar Windows sudah cukup besar di Indonesia, jadi kami tidak khawatir,” ujar Direktur Pemasaran PT Arga Mas Lestari, sebagai pemegang merek Advan, Tjandra Lianto.
Advan pun ingin mengubah pandangan masyarakat mengenai Windows yang identik dengan kesan kaku. Menurut Tjandra, perangkat bergerak yang dibekali platform tersebut justru menunjang kebutuhan pekerja profesional saat ingin bekerja secara mobile.
Produk ini sudah diperkenalkan di Tanah Air sejak akhir September lalu. Dibanderol mulai harga Rp 2,15 juta, sabak digital tersebut siap bersaing.
Masuknya berbagai merek di pasar Windows dinilai belum tentu membawa prospek yang baik bagi semua produk. “Nasibnya akan beda, kalau sabak digital prospeknya lebih bagus,” ujar pemerhati gadget Herry S.W, melalui sambungan telepon.
Pria asal Surabaya ini mengatakan masa depan sabak digital berbasis Windows cukup baik karena, secara keseluruhan, menghadirkan sistem yang persis dengan yang ada di komputer. Ini cocok untuk menggantikan fungsi komputer dengan performa sedang.
Adapun sabak digital Windows buatan produsen lokal, ujar Herry, juga dianggap menjanjikan. Ini karena harganya yang terjangkau, sehingga bisa dinikmati oleh semakin banyak kalangan.
Sedangkan ponsel cerdas di luar merek Lumia, menurut dia, belum tentu bisa menghadirkan kenyamanan lewat Windows Phone. “Misalnya HTC, merek ini belum punya portofolio yang bagus di Windows Phone,” ucap Herry. Dia menambahkan, harga HTC pun terlalu tinggi.
Kesimpulannya, kata Herry, produsen harus memiliki strategi dalam mengedukasi masyarakat untuk memperluas pasar Windows. Selain dengan aspek pemasaran, cara memperluas pasar Windows adalah memberi jaminan kenyamanan akan pelayanan dan purnajual.
SATWIKA MOVEMENTI
Berita lain:
Pengusaha dan Pejabat Ini Sambut Jokowi di Beijing
Di APEC, Jokowi Promosi Visi Maritim Indonesia
Guru Ngaji Ini Sodomi 27 Murid SD di Tasikmalaya