TEMPO.CO, Surakarta - Komunikasi dan Informatika, secara rutin menggelar Indonesia Information and Communication Technologies Award, atau INAICTA. Tahun ini, hajatan itu memasuki tahun ke-8.
Direktur Pemberdayaan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Septriana Tangkary, mengatakan selama ini belum pernah menemukan peserta kompetisi dari difabel. “Orang normal yang menciptakan alat untuk membantu penyandang difabel, sudah ada. Tapi peserta dari penyandang difabel sendiri belum ada,” kata dia, di Surakarta, Senin (10/11).
Dia menilai penyandang difabel punya kemampuan sama dengan orang normal dalam hal teknologi dan informasi. Misalnya membuat program komputer atau mendesain sebuah produk.
Karena itu, dia mendorong penyandang difabel mengikuti kompetisi INAICTA, pada 2015. Dia berjanji akan membuat kategori baru khusus difabel. “Sehingga ada penyandang difabel yang mau mendaftar dan berkompetisi,” kata dia.
Dia menilai sejatinya banyak penyandang difabel yang punya potensi di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Seperti Habibie Afsyah yang berhasil meraup pendapatan ratusan juta rupiah per bulan dari berselancar di internet. “Saya yakin banyak yang bisa seperti Habibie,” ujarnya. Habibie Afsyah, adalah pemasar di internet dengan tubuh lumpuh.
Asisten Pemerintah, Sekretariat Daerah Surakarta, Widdi Srihanto, menilai penguasaan teknologi informasi mutlak diperlukan. Sebab banyak hal terkait teknologi informasi.
Pelatihan bagi difabel bisa memangkas kesenjangan penguasaan teknologi informasi. “Sehingga penyandang difabel punya kesempatan yang sama meraih penghasilan dari internet,” katanya.
Seorang penyandang difabel, Tegar, mengatakan selama ini memanfaatkan internet untuk berjualan kaos sepak bola, menggunakan Facebook. “Kalau pakai Facebook lebih cepat dan jangkauannya lebih luas,” kata Tegar yang berkursi roda itu. Kini, dia sedang belajar desain grafis. Dan berharap, ke depan bisa jadi desainer dan memproduksi sendiri kaos sepak bola. UKKY PRIMARTANTYO