TEMPO.CO, Jakarta - Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Pramono Anung, mengatakan telah tercapai kesepakatan antara fraksi-fraksi pendukung Joko Widodo dan penyokong Prabowo Subianto terkait dengan dualisme kepimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Sore ini, kesepakatan tersebut ditandatangani oleh empat orang perwakilan kedua koalisi.
Keempat orang itu adalah dua orang dari koalisi Prabowo yaitu Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Dua orang lagi dari koalisi Jokowi yakni Pramono Anung dan Olly Dondokambey. Keduanya dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Perbedaan pendapat yang selama ini berkembang kami anggap sudah selesai," kata Pramono di DPR, Senin, 10 November 2014. (Baca: Koalisi Jokowi dan Prabowo Damai, DPR Ngebut)
Menurut Pramono, ada tiga poin utama kesepakatan tersebut yaitu mengenai tata cara penyelesaian, serta materi substansi yang akan diselesaikan dan masalah alat kelengkapan DPR. Terakhir, terkait dengan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disingkat dengan UU MD3, serta tata tertib DPR.
"Intinya kalau itu disepakati kurang lebih presentase posisi koalisi Jokowi memang tidak 40-60 persen, tetapi di atas 25 persen," kata Pramono. Ia menambahkan, kedua koalisi masih akan menghitung porsi pembagian posisi alat kelengkapan Dewan di antara sepuluh fraksi. (Baca: PKS Menolak Opsi Kocok Ulang Posisi di DPR)
Pramono menegaskan tidak ada kocok ulang pimpinan alat kelengkapan DPR yang sudah terbentuk, serta tak ada penambahan komisi. Dalam paripurna bulan lalu, DPR menyepakati sebanyak 11 komisi. "Dalam politik, ada waktunya untuk saling mempercayai, ada waktunya untuk saling menghormati. Tidak perlu harus bersitegang berlama-lama," ujarnya.
Wakil Ketua DPR periode lalu ini menjelaskan, proses penyelesaian kisruh di Senayan berawal dengan membentuk Badan Legislasi. Lalu Badan Legislasi yang akan mengusulkan revisi UU MD3 sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional. "Kalau kemudian revisi ini disetujui dalam rapat paripurna antara pemerintah dan DPR, selesailah sudah. Mudah-mudahan sebelum dua pekan selesai revisinya," kata Pramono.
Pramono juga mengatakan, dalam 1-2 hari ke depan, semua persoalan terkait dengan materi kesepakatan akan dituntaskan. Pada Selasa besok, katanya, kesepakatan kedua koalisi tersebut akan dijabarkan menjadi kesepakatan antara pimpinan Dewan dan pimpinan fraksi-fraksi kedua koalisi. "Kamis pekan ini ada rapat paripurna untuk membahas syarat awal terbentuknya komisi-komisi, sehingga nama-nama alat kelengkapan Dewan dari fraksi penyokong Jokowi mulai bisa dimasukkan," kata Pramono.
Adapun dualisme kepimpinan DPR bermula ketika partai penyokong Prabowo di Senayan yaitu Golkar, Partai Gerindra, PAN, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Demokrat menyapu bersih seluruh alat kelengkapan Dewan. Pada pemilihan pimpinan DPR, koalisi ini juga menguasai lima pimpinan Dewan.
Saat pembahasan alat kelengkawan Dewan, partai dari koalisi Jokowi yang terdiri atas PDIP, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan menawarkan pembahasan secara musyawarah mufakat. Namun partai pendukung koalisi Prabowo menolaknya.
Pengisian serta pemilihan pemimpin alat kelengkapan Dewan tetap mereka paksakan. Akhirnya lima fraksi koalisi Jokowi menyatakan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR. Mereka lalu membentuk DPR tandingan. Tapi dengan islah hari ini, kisruh tersebut berakhir.
RIDHO JUN PRASETYO