TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, Ugan Sugandar, mengatakan sudah lelah membicarakan soal kontrak pengelolaan Blok Mahakam. "Sudah empat tahun kami ngomong soal Blok Mahakam," kata Ugan dalam peluncuran buku Marwan Batubara di gedung Parlemen, Senin, 10 November 2014. (Baca: Dahlan: Blok Mahakam untuk Pertamina)
Menurut Ugan, upaya merebut pengelolaan ladang minyak dan gas Blok Mahakam dari Total E&P ke tangan negara tak cukup hanya dengan meluncurkan buku atau bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Ugan menuturkan butuh strategi khusus untuk melawan kontraktor asing yang selama ini mengelola Blok Mahakam. "Apalagi setelah muncul isu kontrak Total yang berakhir pada 2017 akan diperpanjang lagi," ujarnya.
Ugan mengatakan perusahaan minyak nasional semacam Pertamina di negara mana pun akan dilindungi. Di negara lain, prioritas pengelolaan sumber energi vital diserahkan pada perusahaan nasional. Namun di Indonesia, tutur dia, kenyataannya berbeda. "Jangan sampai perusahaan minyak nasional kita dipermainkan di negari sendiri." (Baca: Kontrak Blok Mahakam Bakal Dikaji Ulang)
Saat ini kelanjutan kontrak Blok Mahakam yang akan berakhir pada 2017 masih belum jelas. Perusahaan minyak asal Prancis, Total E&P, masih menguasai kepemilikan hak partisipasi sebesar 50 persen dan sisanya dikuasai oleh Inpex Corporation Jepang.
Kontrak pertama ditandatangani pada 31 Maret 1967 dengan jangka waktu 30 tahun. Pada 31 Maret 1997, kontrak Total diperpanjang lagi selama 20 tahun sampai 30 Maret 2017. Setelah kontrak itu berakhir, Total menawarkan bisa mendapat 30 persen saham di blok penghasil minyak dan gas terbesar di Indonesia itu.
KHAIRUL ANAM
Berita Terpopuler
Di Beijing, Jokowi Sentil Kualitas Produk Cina
Baghdadi, Pemimpin ISIS, Terluka Parah
Jokowi Jadi Primadona di APEC