TEMPO.CO, Sidoarjo - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menegur pihak Kepolisian Sektor Sukodono terkait dengan penangkapan Imron Zainuddin, 25 tahun, tersangka kasus rusuh konser musik dangdut di Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur. Adapun Komnas HAM mempermasalahkan tata cara penangkapan Imron pada tanggal 1 November lalu.
"Polisi telah melanggar kode etik saat penangkapan," ujar Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikian Komnas HAM Dianto Bahriadi seusai memeriksa saksi dan anggota kepolisian, Selasa malam, 11 November 2014. (Baca: Komnas HAM Pantau Kasus Tahanan Tewas di Sidoarjo)
Imron ditangkap 1 November lalu karena dianggap memprovokasi kerusuhan konser dangdut di Sukodono. Namun, menurut pihak keluarga dan warga, Imron yang sempat dipukuli polisi adalah korban salah tangkap.
Keluarga Imron kemudian melaporkan hal ini ke Komnas HAM agar diusut. Namun, belum selesai kasus diusut, Imron telah tewas di dalam tahanan Markas Kepolisian Sektor Sukoduno.
Menurut Dianto, kode etik yang dilanggar pihak kepolisian adalah tidak adanya kelengkapan administrasi seperti surat penangkapan. Selain itu, tak ada pemeriksaan lebih lanjut dari keterangan para saksi. (Baca: Ragukan Polisi, Korban Penganiayaan ke Komnas HAM)
Meski menegur pihak kepolisian, Komnas HAM mengapresiasi pihak kepolisian karena bersikap terbuka selama pemeriksaan yang melibatkan Div Propam Polres Sidoarjo. Komnas HAM juga mengapresiasi penyelidikan yang bersifat terbuka, dilakukan di Balai Desa.
"Kami akan terus mengawasi dan menyelidiki kasus ini sampai tuntas, supaya diketahui siapa yang salah dan siapa yang benar," ujar Dianto. Dianto berkata, pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap pihak kepolisian baru pemeriksaan awal.
Secara terpisah, Kapolres Sidoarjo Ajun Komisaris Besar Anggoro Sukartono menegaskan dirinya tak menutup-nutupi penyelidikan. "Tunjukkan, bagian mana yang kami tutup-tutupi," katanya.
SYARRAFAH
Berita terpopuler: