TEMPO.CO, Semarang - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama akan mengubah sistem pemilihan pemimpin mereka yang akan menduduki jabatan Rois Am dan Ketua Umum Pengurus Besar NU. Sementara dalam muktamar-muktamar sebelumnya pengurus cabang memilih satu calon Rois Am dan Ketua Umum PBNU, dalam muktamar tahun depan pengurus cabang akan mengusulkan beberapa nama.
“Ini untuk menghindari intrik politik seperti pilkada dan mencegah praktek politik uang,” kata Wakil Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Wilayah Jawa Tengah Muhammad Adnan, Senin, 17 November 2014. (Baca juga: JK Resmikan Munas PBNU )
Baca Juga:
Perubahan sistem pemilihan tersebut sudah diputuskan dalam Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar NU awal November lalu. Adnan menyatakan sistem pemilihan pemimpin NU yang akan diterapkan mengombinasikan pemilihan langsung dan pemilihan sembilan kiai. Dalam sistem ini, Rois Am PBNU akan dipilih dulu setelah tiap pengurus cabang mengusulkan lima nama kiai. (Baca juga: Kalla Berkisah tentang NU di Era 1950-an)
Adnan menyatakan pengurus cabang bebas menentukan siapa pun lima kiai itu. Dari seluruh usulan pengurus cabang, akan dipilih sembilan kiai yang memperoleh suara terbanyak. Peraih suara terbanyak di antara sembilai kiai tersebut akan otomatis diberi amanah menjadi Rois Am.