TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Hamidah Abdurrahman, menilai penggunaan kembali seragam loreng oleh Korps Brigade Mobil sebagai kemunduran bagi kepolisian. Sebab, katanya, polisi masih menjalani reformasi yang di antaranya berupaya menghilangkan karakteristik militer seusai pemisahan Polri dan Tentara Nasional Indonesia.
"Tapi mengapa sekarang diberikan lagi atribut yang identik dengan seragam militer?" kata Hamidah saat dihubungi, Senin, 17 November 2014.
Jumat pekan lalu, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman meresmikan penggunaan kembali seragam loreng Brimob pada hari ulang tahun Brimob ke-69 di Depok, Jawa Barat. Motif seragam itu pernah dikenakan pasukan Brimob saat mengikuti Operasi Mandala pada 1962. Seiring pemisahan Polri dan TNI pascareformasi, loreng pelopor atau loreng "darah mengering" berwarna dasar hijau dipadu loreng berwarna hitam, putih, dan kuning itu dilarang karena mengukuhkan polisi sebagai kekuatan sipil yang dipersenjatai. (Baca: Ultah ke-69, Brimob Kini Pakai Seragam Loreng)
Menurut Hamidah, ada kekhawatiran penggunaan seragam loreng akan tumpang tindih dengan identitas TNI. Sebab, dia menambahkan, rekam jejak anggota Brimob tak jarang bergesekan dengan masyarakat. "Takutnya ada stigma masyarakat bila tentara membuat onar, padahal itu Brimob yang mengenakan seragam loreng," ujarnya. (Baca juga: Tumpas Teroris, Brimob Bakal Kenakan Baju Loreng)
Kompolnas, kata Hamidah, segera berdiskusi dengan Kapolri ihwal pemakaian kembali seragam loreng di institusi Polri. Menurut dia, bila belum terlambat Kapolri bisa mencabut aturan tersebut dan melarang penggunaan atribut loreng bagi polisi. Bila tidak bisa dicabut, Hamidah menambahkan, perlu dibuat aturan turunan yang sifatnya detail soal pemakaian seragam tersebut. "Misalnya aturan wilayah penggunaan, jenis operasi khusus, dan lama pemakaian seragam loreng harus tegas tecantum," katanya. (Baca juga: Kapolri: Brimob Wajib Berseragam Loreng)
RAYMUNDUS RIKANG
Terpopuler
NU Halalkan Aborsi Janin Hasil Perkosaan
Gubernur Ganjar Khawatir Banyak Kades Dipenjara
Jokowi Bahas Industri Pertahanan dengan Merkel
Kasus Sabu Unhas, Nilam Izin Kuliah Sebelum Ditangkap