TEMPO.CO, Jakarta -Tak selamanya nongkrong bareng hanya sekedar kongkow semata. Justru bermula dari nongkrong bareng, akhirnya jadi nge-band bareng. Hal itu terjadi di Marsh Kids yang melahirkan album dari kongow-kongkow sebagian personel Sore, Tigapagi, San Teletone, Duckdive, dan Polka Wars.
Sebuah rilisan yang mereka sebut rock flamboyan/tornado pop bertajuk The Many Failings of Bugsy Moonblood. “Mulanya dari ngejam-ngejam akustikan karena rumah kami dulu berdekatan,” kata Giovanni Rahmadeva alias Deva, penabuh drum Marsh Kids, Jumat, 15 November 2014. (Baca: A Ray Daulay, Rilis Album On The Move)
Marsh Kids adalah Ade Firza Achmar Paloh (vokal/Sore), Sigit Pramudita (gitar/tigapagi), Billy Saleh (gitar/Polka Wars), M. “Gonzo” Fahri (kibor/Duckdive), Binsar Tobing (bas/San Teletone), dan Deva (Polka Wars). Binsar adalah kawan Ade ketika kuliah di Amerika Serikat. Sigit sudah sejak lama sering bantu-bantu Sore manggung. Begitu juga Billy dan Deva.
Bisa dibilang Marsh Kids menyatukan musikus indie lintas generasi berhubung ada jarak waktu yang lumayan jauh di antara karya mereka.
Muda-mudi Tigapagi mestilah mendengarkan album Sore, Centralismo (2005), ketika mereka berseragam SMA. Pun awak Polka Wars pastilah hafal bagaimana Mata Berdebu atau No Fruits for Today didendangkan. Walau akhirnya, ketika membuat lagu dalam grupnya sendiri, mereka punya rasa dan selera masing-masing. Tigapagi dengan pentatonik Sunda ala Roekmana’s Repertoire dan Polkawars dengan Indie Rock ragam ide yang albumnya belum brojol dari rahim studio rekaman.
Namun, dalam The Many Failing of Bugsy Moonblood, para personel Marsh Kids yang berbeda latar belakang itu justru tak mencoba membawa warna khas dari grup utama mereka. Ade Paloh bisa keluar dari pakem-pakem Sore yang kompleksitas progresinya hampir menyamai The Beatles. Begitu juga Sigit. Tak ada pentatonik dari gitar nylon akustik yang biasanya ia mainkan di Tigapagi. (Baca: Lukisan Gua Pra-Sejarah Terinspirasi Suara)
Dalam album yang dirilis September lalu itu semua keluar dari zona nyaman dan mencoba membuat sesuatu yang terdengar baru. Setidaknya usaha itu terasa, walau agak sulit juga sebenarnya melepas citra Sore yang melekat begitu kuat pada warna vokal Ade Paloh.
Usaha keluar dari pakem itu paling terasa di lagu Cochese & the Eggplants. Terpeleset sedikit, orang bisa mengira tembang itu dinyanyikan oleh grup musik gararimbal Steven and The Coconut Treez. Sebab vokal Ade Paloh benar-benar berbeda dari biasanya. Beraroma reggae dengan petikan bas yang Jamaikan. Apalagi ada lapisan-lapisan brass yang tebal dan dominan. Juga dalam lagu terakhir, Bugsy Moonblood. Ini sebuah tembang gelap dan muram yang rasanya cocok dijadikan lagu pengiring pemakaman bandit kawakan yang tewas di tangan koboi.
Setiap lagu dalam Many Failings menawarkan warna berbeda. “Ada banyak perubahan mood karena dikerjakan dalam waktu yang panjang,” kata Deva. Materi-materi dalam album dibuat dan direkam sepanjang 2011-2013. “Banyak lagu yang sudah jadi, baru kami cari cara memainkannya dalam format band,” ujar Deva. Salah satunya, single mereka Molly May yang ditulis Ade Paloh bersama dengan Ramondo Gascaro. (Baca: Ini 6 Selebriti Berbakat yang Mematikan Kariernya)
Kehadiran musikus pendukung kian menambah ramai album Many Failings. Agustinus Panji Mahardika (Pandai Besi) ikut membantu mengisi terompet dan flute pada banyak lagu. Kontribusinya ikut membuat City Fire semakin apik. Juga ada Reza Dwiputranto (Sore) mengisi gitar, Ildo Hasman (L’alphalpha) menyumbang suara conga dan chime.
Rupa-rupanya, menurut Deva, tak semua materi Marsh Kids dimasukkan ke album perdana. Ada beberapa lagu yang sudah jadi tapi batal diselipkan. Gara-garanya, lagu itu terlampau eksperimental dan berbeda warna dari 11 lagu dalam Many Failings. “Nanti terlalu ke mana-mana musiknya,” katanya. (Baca: Mick Jagger Jadi Nama Fosil Kuda Nil)
Album: Many Failings of Bugsy Moonblood
Musikus: Marsh Kids
Rilis: September 2014
Label: Helat Tubruk & Demajors
ANANDA BADUDU
Terpopuler
Nostalgia Dian Pramana Putra di Gunung Ijen
Ekki Soekarno Mimpi Bikin Museum Perkusi
Eros Djarot Bangga dengan Badai Pasti Berlalu
Cerita Roy Marten yang Pernah Ditampar 17 Kali
Wayang Orang Sriwedari Tunggu Bantuan Pemerintah