TEMPO.CO, Jakarta - Perlambatan ekonomi Jepang membuat pelaku pasar cenderung mengalihkan risikonya ke aset-aset safe haven. Dalam transaksi pasar uang Senin, 17 November 2014, rupiah menguat tipis delapan poin (0,07 persen) ke level 12.206 per dolar Amerika Serikat. Dolar sedikit tertekan di pasar regional Asia setelah rilis pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal ini di bawah ekspektasi, yakni minus 0,4 persen.
Analis dari PT Monex Investindo Futures, Daru Wibisono, menduga ada pengalihan risiko yang dilakukan investor valuta asing guna mengantisipasi resesi ekonomi Jepang. Investor cenderung melepas dolarnya ke aset safe haven lainnya, yakni yen Jepang itu sendiri. “Pelemahan yang dialami dolar ini kemudian dimanfaatkan oleh rupiah untuk keluar dari tekanan,” ujarnya.
Perlambatan ekonomi yang dialami Jepang akan mengancam mitra dagang, terutama Amerika dan Cina. Dengan adanya resesi, permintaan impor akan berkurang. Pelaku pasar akan cenderung menghindari risiko dan lebih aman menyimpan aset-asetnya di bank.
Di dalam negeri, investor masih bersikap wait and see atas isu kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Kenaikan harga BBM bisa memicu penguatan rupiah apabila kenaikan harga barang di tingkat masyarakat dapat ditekan. (Baca: Harga Premium Kini Rp 8.500, Solar Rp 7.500)
Daru memperkirakan rupiah hari ini, Selasa, 18 November 2014, akan bergerak pada kisaran 12.180–12.220 per dolar AS. Pembukaan pasar Amerika pada awal pekan (tadi malam) masih akan merespons dampak resesi Jepang dan akan berpengaruh terhadap pergerakan dolar di pasar global. “Namun pernyataan Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengenai stimulus tampaknya akan meredam kekecewaan pasar.”
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Menteri Susi Akui Dipilih Jokowi karena Gila |
Bagaimana Kubu Prabowo Hadang Ahok di DKI?
Jokowi Pulang, Ekonom: Mustahil Harga BBM Naik