TEMPO.CO , Jakarta - Ekspektasi perbaikan ekonomi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi ditanggapi positif pelaku pasar. Pada transaksi pasar uang Selasa, 18 November 2014, rupiah melesat 70 poin (0,57 persen) ke level 12.139 per dolar Amerika Serikat. (Baca juga: BBM Naik, Saham dan Rupiah di Zona Positif).
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, mengatakan rupiah menjadi satu-satunya mata uang Asia yang menguat signifikan terhadap dolar Amerika Serikat. "Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi kemarin telah melindungi rupiah dari hantaman dolar," ujarnya.
Menurut Lukman, ekspektasi pelaku pasar terhadap reformasi kebijakan fiskal masih akan menjadi katalis yang menggerakkan rupiah dalam satu-dua hari ke depan. Kondisi itu cukup menguntungkan bagi rupiah, mengingat mata uang Abang Sam sedang menguat di pasar global. "Tetapi, bila kita berharap penguatan rupiah berlanjut hingga akhir bulan, hal itu sulit terjadi," kata dia. (Baca: Jepang Resesi, Kurs Rupiah Stagnan).
Setelah sentimen dari kenaikan harga BBM mereda, pasar akan mencermati data inflasi pada awal bulan. Ada kemungkinan inflasi akan melonjak akibat kenaikan harga BBM yang diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok. Pada sisi lain, penguatan dolar masih akan terus terjadi hingga awal tahun depan seiring dengan rencana bank sentral Amerika (The Fed) menaikkan suku bunga deposito.
Hari ini, Rabu, 19 November 2014, rupiah diperkirakan bergerak di kisaran 12.100-12.200 per dolar AS dengan kecenderungan menguat terbatas. Rupiah akan bertahan cukup lama di kisaran tersebut apabila tidak ada sentimen negatif berarti dan dolar AS tidak menguat signifikan. "Rupiah sulit untuk kembali di bawah level 12.100 per dolar dalam jangka pendek apabila tidak ada kebijakan intervensi dari bank sentral," ujar Lukman.
M. AZHAR
Berita Terpopuler
Jokowi: Harga BBM Naik Rp 2.000 Per Liter
Harga Premium Kini Rp 8.500, Solar Rp 7.500
Beda Jokowi dan SBY dalam Umumkan Kenaikan BBM