TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Fuad Basya mengatakan lembaganya menyelenggarakan tes keperawanan karena ingin merekrut tentara dengan fisik, mental, dan kepribadian yang baik. "Tentara yang tidak perawan dianggap gagal dari segi kesehatan," kata Fuad ketika dihubungi, Kamis, 20 November 2014.
Fuad menuturkan seseorang dapat kehilangan keperawanannya bukan atas keinginannya sendiri, seperti akibat pemerkosaan atau kecelakaan. "Saya kira penyebab seperti itu jadi bahan pertimbangan dari dokter ketika mengeluarkan hasil tes," ujar Fuad.
Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch, mewawancarai delapan polisi wanita dan calon polwan di enam kota, yakni Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Padang, Medan, dan Makassar, yang telah menjalani tes keperawanan. (Baca: Tes Perawan Calon Polwan, Polri Pernah Kecolongan)
Berdasarkan penuturan calon polwan itu, pelamar masuk ke sebuah ruangan satu per satu untuk dites. Seorang dokter wanita lalu memeriksa mereka dengan cara memasukkan jarinya yang terbungkus sarung tangan ke dalam vagina mereka. Selain diduga tersiksa secara fisik, banyak calon polwan yang mengalami trauma atas pemeriksaan itu. (Baca: Polri: Calon Polwan Tak Perawan Bisa Lulus Seleksi)
Human Rights Watch menganggap tes keperawanan bertentangan dengan peraturan soal seleksi yang harus nondiskriminasi dan humanis. Tes ini dinilai melanggar hak asasi internasional tentang kesetaraan, nondiskriminasi, dan pribadi. Pemaksaan terhadap tes ini, menurut Human Rights Watch, merupakan suatu kekejaman, tak manusiawi, serta merendahkan martabat perempuan di mata hukum internasional.
PAMELA SARNIA
Terpopuler
Ruhut: Lawan Jokowi, DPR Gantung Diri
Cerita Tes Keperawanan yang Bikin Polwan Pingsan
Harga BBM Naik, Ini Skenario Nasib Jokowi
Kronologi Baku Tembak TNI Vs Polri di Batam
Ahok: Saya Bukan PDIP, tapi Orangnya Bu Mega
Ahok Dilantik, Veronica: Saya Lari-lari seperti Kuda
Besok, Seribu Mahasiswa Kepung Istana