TEMPO.CO, Jakarta - Majalah ekonomi Financial Times menduga Sam Pa, pemilik Sonangol EP atau Sociedade Nacional de Combustiveis de Angola EP, terlibat dengan kepentingan yang kuat di Beijing, termasuk memiliki hubungan dengan intelijen Cina dan perusahaan milik negara. Indikasi itu muncul berdasarkan penyelidikan Financial Times, melalui catatan perusahaan, bocoran dokumen, dan wawancara di empat benua. (Baca: Siapa Sam Pa, Bos Sonangol dan Kawan Surya Paloh?)
Dalam laporannya pada Agustus 2014, Financial Times menyebutkan jaringan 88 Queensway yang berpusat di Hong Kong memainkan peran penting dalam memajukan hubungan Negeri Pagoda dengan sejumlah negara di lima benua. Kelompok usaha Queesnsway memiliki kepentingan bisnis yang membentang mulai dari proyek gas Indonesia, hingga pengadaan armada pesawat Airbus di Korea Utara dan Rusia. (Baca: Proyek Sonangol, Paloh: Sudah Kenyang 'Makan Siang')
Seluruh kepemilikan bisnis tersebut digawangi oleh dua perusahaan utama, yakni China Sonangol yang khusus menangani kontrak-kontrak perusahaan minyak dan China International Fund yang bergerak di bidang infrastruktur. Financial Times menyebutkan operasi multinasional Sam Pa merupakan gerakan "hantu" dan "kerajaan neraka". (Baca: Cari Fee dari Senangol, Surya Paloh: Sontoloyo Itu)
Kerajaan bisnis Sam Pa memiliki yayasan di Afrika, di gedung pencakar langit di Luanda, ibu kota Angola, yang berfungsi sebagai kantor pusatnya. Sam Pa tidak terdaftar sebagai pemegang saham atau direktur dari setiap perusahaan yang dikendalikan oleh Queensway. Tapi Sam Pa kerap kali bertindak sebagai wakil jaringan dalam pertemuan dengan presiden, raja Arab, dan konglomerat. (Baca: Faisal Basri: Kenapa Tak Beli Minyak Timor Leste?)