TEMPO.CO, Jakarta - Musyawarah Nasional Golkar pada akhir November 2014 di Bali mengagendakan pemilihan ketua umum untuk lima tahun ke depan. Karena sengitnya persaingan, politik uang berpotensi terjadi dalam forum tertinggi pengambilan keputusan di partai beringin. Ketua DPP Golkar yang juga calon ketua umum, Hajriyanto Thohari, mengatakan sangat relevan jika Komisi Pemberantasan Korupsi hadir pada Munas Golkar. (Baca: KPK Bersedia Mengawasi Munas Golkar.)
Sebab, kata dia, kalaupun ada politik uang dalam Munas, besar kemungkinan melibatkan penyelenggara pemerintahan dari kader Golkar. "Mereka ini canggih saat melakukan transaksi itu. Kami enggak tahu karena itu memang susah dibuktikan," kata Hajriyanto kepada Tempo di kantor DPP Golkar di Slipi, Senin malam, 24 November 2014. (Baca: Munas IX Golkar Bakal Digelar di Bali)
Dalam Munas nanti, berbagai kader Golkar, dari Ketua DPR, pimpinan MPR dan komisi di parlemen, gubernur, bupati, wali kota, dan pimpinan DPRD bakal hadir. Sebagai penyelenggara negara, mereka dilarang menerima dan atau memberikan gratifikasi, alih-alih rasuah. "Itu menjadi tugas KPK dalam hal mencegah korupsi," kata Hajriyanto.
Ketua DPP Golkar Agun Gunanjar Sudarsa mendapat informasi bahwa satu suara dalam pemilihan ketua umum pada Munas 2009 di Pekanbaru, Riau, dipatok senilai Rp 500 juta. Ia menilai nominal tersebut akan bertambah pada Munas yang akan datang. "Penting untuk KPK hadir," katanya di Bimasena, Kebayoran, Jakarta Selatan, Ahad lalu. (Baca: Rapat Pleno Golkar Ricuh Diserbu Massa ...)