TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membatasi penarikan nilai uang tunai bagi semua pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjadi Rp 25 juta. Ia berujar kebijakan ini akan berlaku sejak awal 2015.
"Penarikan tak boleh lagi melebihi nilai tersebut," kata Ahok, sapaan Basuki, dalam Konferensi Nasional Masyarakat Sipil dan Penguatan Demokrasi Pasca-Pemilu 2014 di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Selasa, 25 November 2014.
Ahok menjelaskan, hingga tahun ini, pengambilan uang tunai yang masih diperbolehkan mencapai Rp 100 juta. Pembatasan ini diterapkan bagi transaksi yang berkaitan dengan anggaran proyek maupun melalui rekening pribadi. Kebijakan ini bertujuan menghindari terjadinya tindak pidana pencucian uang.
Pembatasan ini, kata Ahok, juga melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri transaksi keuangan para pegawai. Alasannya, ia berujar, tindak pidana pencucian uang kerap melibatkan rekening orang-orang terdekat sebagai modus pencucian uang. Badan Penanaman Modal dan Promosi DKI Jakarta juga akan menyerahkan nama para direksi badan usaha milik daerah agar transaksi keuangan di BUMD tak bisa menjadi celah terjadinya korupsi.
Selain itu, Ahok juga mewajibkan pejabat DKI melaporkan hartanya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Laporan tersebut akan menjadi salah satu persyaratan kenaikan pangkat. "Kami batalkan kenaikannya jika tak melapor," ujar Ahok.
LINDA HAIRANI
Berita Terpopuler:
Polling Tokoh TIME, Peringkat Jokowi di 7 Besar
Tren Koruptor Bergeser ke Ibu-ibu dan PNS Muda
Peta Kekuatan Interpelasi Jokowi di DPR
Aksi Cabul Tukang Intip, dari Dosen hingga Polisi
3 Perseteruan Heboh Presiden Jokowi Versus DPR