TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menilai kepolisian terlalu represif dalam menangani demonstrasi menentang kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. "Mestinya polisi bisa profesional," ujarnya dalam diskusi bertema "Wajah Politik Kita" di Cikini, Jakarta, Sabtu, 29 November 2014. (Baca: Fadli Zon: Lulusan SD Juga Bisa Naikkan Harga BBM)
Ia menuturkan kenaikan harga BBM bersubsidi pasti berimplikasi kepada masyarakat kalangan menengah-bawah. Fadli mengklaim telah menerima keluhan 15 organisasi, termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia. "Dengan rencana kenaikan harga BBM Rp 3.000 ketika itu, daya beli buruh berkurang 50 persen."
Fadli menuturkan penurunan daya beli buruh antara lain disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan. Ia menyebutkan rata-rata buruh mesti tiga kali naik kendaraan umum dalam satu hari. Selain itu, yang juga memberatkan buruh adalah kenaikan harga sewa rumah kontrakan. (Baca: Menteri Tjahjo Bikin Fadli Zon Bingung)
"Ini pasti memberatkan. Kalau ada protes, sangat wajar," ucapnya. Fadli berharap sebaiknya polisi tidak bertindak represif. Ia mencemaskan kemungkinan tragedi Tanjung Priok pada 1984 terulang. Saat itu, tentara menembaki warga sehingga puluhan orang meninggal dan belasan lainnya hilang. (Baca: Menteri Tak ke DPR, Fadli Zon: Enggak Mau Anggaran?)
Fadli memberi contoh lain tindakan represif polisi. Ia mengatakan, saat Mahkamah Konstitusi menggelar sidang putusan gugatan penetapan presiden pada Agustus silam, banyak korban jatuh akibat gas air mata yang ditembakkan oleh polisi. "Saya tidak tahu bahan gas air matanya apa," katanya. (Baca: Fraksi Demokrat Ajukan Hak Bertanya Soal BBM)
MARIA YUNIAR
Baca Berita Terpopuler
Ruhut: Demokrat Tolak Dukung Hak Interpelasi
Media Jiran: Jokowi Pakai Jurus 'Ganyang Malaysia'
Jokowi Terima Curhat Petinggi TNI Pagi Ini
Jokowi dan SBY Seolah Saling 'Sindir' di Medsos
Usir Kapal, Kata Media Malaysia Jokowi Alihkan Isu