TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menyatakan belum melihat bukti dukungan interpelasi. "Sampai sekarang belum ada di meja pimpinan," ujarnya dalam diskusi Wajah Politik Kita, Sabtu, 29 November 2014.
Ia mendapat informasi adanya 200 orang di DPR yang mendukung interpelasi. Namun Fadli belum melihat cover letter, termasuk alasan penggunaan hak interpelasi. Ia menuturkan, interpelasi seharusnya dilihat sebagai hal yang biasa dan tidak perlu disakralkan. "Tidak perlu paranoid terhadap interpelasi," ujarnya. (Baca: Ruhut: Demokrat Tolak Dukung Hak Interpelasi)
Fadli mengungkapkan, penggunaan hak interpelasi bukan merupakan usaha untuk memakzulkan presiden. Melalui interpelasi, DPR meminta penjelasan kepada presiden mengenai kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Ia menyebut kelak rakyat akan menyaksikan penjelasan pemerintah masuk akal atau tidak.(Baca:Bambang Soesatyo Galang Penandatangan Interpelasi)
Fadli menilai ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM. Pemerintah bisa menaikkan harga ketika harga minyak dunia US$ 105 per barel. Saat ini, ia melanjutkan, harga masih US$ 73 per barel.
"Ini lebih rendah dari harga dunia," kata dia. Selain itu, Fadli melanjutkan, masih banyak masyarakat menengah ke bawah yang miskin dan hampir miskin. Oleh karena itu, ia menilai pemerintah sebaiknya mencabut kebijakan kenaikan harga BBM. (Baca: Krisna Mukti Emoh Interpelasi Jokowi)
Fadli menduga kebijakan kenaikan harga BBM oleh pemerintah sebagai bagian liberalisasi. Pemerintah, kata Fadli, menginginkan adanya anggaran untuk menjalankan program, tapi belum mengupayakan usaha lain. Misalnya, dengan meningkatkan pendapatan pajak serta menutup kebocoran dari illegal fishing, mining dan logging.
"Belum lagi penyelundupan BBM yang masih marak," ucapnya. Fadli mengatakan, seharusnya pemerintah melakukan upaya-upaya tersebut sebelum menaikkan harga BBM. Jika sudah tidak ada jalan lain, kenaikan harga BBM pun masuk akal untuk ditempuh.
MARIA YUNIAR
Berita Lain
Media Jiran: Jokowi Pakai Jurus 'Ganyang Malaysia'
Jokowi dan SBY Seolah Saling 'Sindir' di Medsos
Kapal Diusir, Media Jiran Tuding Jokowi Sekutu AS
3 Cerita Manis dan Pahit Malaysia di Era Jokowi