TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Politik Charta Politica Yunarto Wijaya tidak setuju dengan anggapan Partai Golkar tak boleh lagi bergantung pada Ketua Umum yang berduit. Hal terpenting, kata dia, adalah gaya kepemimpinan, bukan soal kekuatan finansial atau tidak. (Ical : Agung Ajak Saya Langgar Keputusan Rapimnas)
"Sah-sah saja pemimpin berduit. Kalau duitnya sedikit, partai tidak sehat," katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 30 November 2014.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Zainudin Amali mengatakan sudah saatnya partai melepas ketergantungan dari pemimpin yang berduit. Sebab, rawan intervensi dari pemimpin tersebut. (Yorrys: Jangan sampai Golkar Masuk Museum)
Pernyataan ini mengarah ke kepemimpinan Aburizal Bakrie. Salah satunya, dia dituding melakukan intervensi kepada Dewan Perwakilan Daerah untuk tetap mendukungnya.
Menurut Yunarto, permasalahan selama ini adalah Aburizal menganggap Golkar sebagai perusahaannya, bukan partai. Alhasil, potensi intervensi ke partai sangat mungkin terjadi. Aburizal dikenal sebagai pengusaha yang memiliki banyak perusahaan. "Kalau gaya kepemimpinan di partai dan perusahaan sama, itu bahaya," ujarnya. (Yorrys: Ical Bikin Partai Lapindo Jaya Saja)
Yunarto mengatakan Golkar harus dipimpin selayaknya perusahaan terbuka atau go public. Dengan demikian, kekuasaan tertinggi ada di pemegang saham, bukan direktur umum. Pemegang saham terdiri dari Dewan Pimpinan Daerah I dan II, serta Dewan Pimpinan Pusat. "Kalau sudah seperti ini, intervensi pimpinan bisa terhindarkan."
DEWI SUCI RAHAYU
Baca berita lainnya:
5 Celotehan Fadli Zon yang Menuai Hujatan
Jokowi Diserang Media Malaysia, Ini Pembelaan Susi
Ahok Idolakan Arsenal Karena Warna Kausnya
Ombudsman: Kurikulum 2013 Membebani Guru dan Siswa