TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana akan menemui Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama untuk membahas penertiban penjualan obat kuat di Ibu Kota.
Kepala BPOM Roy Sparingga mengatakan langkah ini dilakukan karena badan pengawas tak bisa sendirian menertibkan para penjual. "Penutupan toko, misalnya, adalah wewenang pemerintah daerah," kata Roy, Senin, 1 Desember 2014.
Roy tak memerinci kapan pertemuan dengan Gubernur Basuki bakal dihelat. Ia hanya mengatakan akan mengagendakannya dalam waktu dekat. "Segera, lah," katanya. "Kami juga membutuhkan bantuan polisi untuk menertibkan mereka." (baca: Razia Skala Global, BPOM Sita Miliaran Obat Ilegal )
Penertiban obat-obat tersebut, kata dia, mendesak lantaran berpotensi merugikan masyarakat. Pasalnya, obat-obat yang beredar tak mengantongi izin badan pengawas. "Obatnya ilegal, jadi penjualannya pun ilegal," ujar Roy.
Pada Rabu pekan lalu, BPOM melansir daftar obat-obat berbahaya. Beberapa di antaranya adalah obat kuat untuk berhubungan seksual, seperti Singha X-Tra Dahsyat atau Via X for Men.
Ibarat cendawan di musim penghujan, pedagang obat kuat bertebaran di banyak titik kawasan Jakarta. Di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, contohnya, penjual obat berjajar di bahu jalan pada malam hari. Mereka memajang aneka barang dagangan di gerobak sepanjang 2 meter.
Jarak antarpedagang pun rapat. Antara satu gerobak ke gerobak lainnya hanya dipisahkan jarak sekitar 10-15 meter. Lantaran berebut pelanggan, beberapa pedagang pun terlihat proaktif. Mereka tak ragu menyapa para pengendara yang melintas perlahan dan menawarkan dagangan. "Coba dulu, mas," kata salah seorang penjual, saat Tempo melintas perlahan tak jauh dari sebuah gerobak, Jumat malam pekan lalu.
Ada pula di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat, pedagang lebih tertata karena berdagang dalam toko, meski berukuran kecil. Pada kaca depan toko, tertulis beberapa nama obat sebagai informasi kepada calon pelanggan. Jumlah mereka pun tak sebanyak kawasan Pasar Baru.
ARIE FIRDAUS