TEMPO.CO, Jakarta - Pemakaian kartu kredit ibarat cermin kondisi keuangan individu. "Rekam jejaknya akan menunjukkan kredibilitas pengguna di bank," kata Aakar Abyasa Fidzuno, Direktur Pelaksana Zeus Consulting, yang ditemui di Pacific Place, Jakarta Selatan, pekan lalu.
Jangankan gagal bayar, telat melunasi tagihan saja nama kita tercatat di Bank Indonesia. Daftar hitam itu berbuntut panjang. "Mereka akan kesulitan mendapat kredit rumah maupun kepemilikan kendaraan bermotor," ujarnya. (Lihat pula: Waspadai Serangan Phishing)
Sebaliknya, tutur perencana keuangan ini, pengguna yang melunasi pembayarannya tepat waktu bakal mudah mendapat kredit properti dan otomotif--pinjaman yang biasanya diambil di atas Rp 100 juta dan dalam periode lebih dari lima tahun. "Kebanyakan orang Indonesia belum sadar tentang ini," kata Aakar.
Seorang yang memiliki pendapatan tidak serta-merta bisa memiliki kartu kredit. "Perlu kesiapan," ujar Aakar. Menurut dia, kondisi keuangan calon pemilik harus kokoh. "Tabungannya tiga kali lipat pendapatan bulanan, sehingga ada dana cadangan jika terjadi kondisi darurat."
Denda, biaya administrasi, dan bunga adalah masalah utama yang dialami pemilik kartu di Indonesia. "Mereka sering tak sadar bahwa nominalnya bisa melebihi cicilan kartu itu sendiri," tutur Aakar. (Baca juga: Biar Aman, Kartu Kredit Bakal Diberi PIN)
Dia mencontohkan, pemilik kartu dengan tagihan Rp 10 juta tapi kemampuan bayar hanya 20 persen butuh waktu lama untuk melunasi. "Karena bunga dan biaya administrasinya akan bergulung-gulung," katanya. Sebagai gambaran, beban yang harus ditanggung pemilik kartu antara lain bunga, biaya administrasi bulanan, denda keterlambatan bayar, denda pemakaian yang melebihi batas, dan biaya tahunan.
DIANING SARI
Terpopuler:
Ketika Kerajinan Indonesia Naik Kelas
Menikmati Wine ala Kimmy Jayanti
Tip Mudah Berlipstik Merah
Susu Almond yang Sedang Ngetren
Mencicipi Kopi Buatan Barista Juara Internasional