TEMPO.CO, Nusa Dua - Airlangga Hartarto mundur dari pemilihan Ketua Umum Partai Golongan Karya di Musyawarah Nasional Golkar versi Aburizal Bakrie di Bali. Musababnya, Airlangga menilai ada tanda-tanda proses pemilihan berlangsung tidak demokratis.
Dalam aturan tata tertib pemilihan, Airlangga merasa terdapat pasal memberatkan. Awalnya, calon mengumpulkan 30 persen suara untuk maju ke babak selanjutnya. Pemberian suara itu juga dilakukan tertutup.
"Namun aturan itu diubah menjadi surat dukungan yang ditandatangani pada tanggal Munas," kata Airlangga di Lobi Hotel Westin, Senin malam, 1 Januari 2014. (Baca: Tiga Janji Palsu Ical Selama Jadi Ketum Golkar)
Airlangga mengklaim telah mengumpulkan 251 surat dukungan. Namun ini menjadi tidak berlaku karena tanggal surat itu sudah kedaluarsa. Airlangga menyebut surat dukungan itu tidak mewakili suara.
"Harusnya, proses pemilihannya terbuka dan voting-nya tertutup dengan memasukkan ke bilik suara."
Draft tata tertib itu juga baru saja diberikan sesaat sebelum pembahasan. Belum sempat membaca, ujar Airlangga, ketua sidang langsung mengetok palu, memutuskan beleid pemilihan ketua umum partai beringin itu. (Baca: Kubu Agung 'Main Mata' dengan Peserta Munas Bali)
"Saya interupsi agar pimpinan membahas satu per satu, tapi tetap saja pimpinan main ketok," tutur Airlangga.
Airlangga menarik diri dari pencalonan dan proses di Munas. Airlangga juga mengatakan tidak bertanggung jawab atas hasil Munas yang diselenggarakan. (Baca: Agung Laksono Tolak Golkar di Koalisi Prabowo)
Meski begitu, Airlangga tidak akan keluar dari Golkar. Namun Airlangga tidak mau terlibat dalam kepengurusan Golkar. "Untuk anggota, oke. Tapi tidak untuk pengurus."
MUHAMMAD MUHYIDDIN
Baca berita lainnya:
Media Malaysia Berbalik Puji Jokowi
Jokowi Tampak Mulai Kedodoran Soal Hukum
Di Balik Kehadiran Prabowo Cs di Munas Ical
Fahrurrozi, Gubernur Jakarta Tandingan Versi FPI
Kecewa, Munas Golkar Melahirkan Lima Partai Baru