TEMPO.CO, Jakarta - Pada awal periode memimpin Kota Blitar, Djarot Syaiful Hidayat merasa birokrasi Pemerintah Kota Blitar seperti gajah yang susah bergerak. "Ini tidak bisa dibiarkan," ujar Djarot saat itu.
Djarot langsung membuat kebijakan memperpanjang usia pensiun pejabat. Posisi jabatan yang tidak efektif dibiarkan kosong. "Saya percaya, untuk mendapat birokrat berkualitas, harus dimulai dari rekrutmen," ujarnya. (Baca: Usul Wagub, Ahok Kirim Dua Surat)
Bahkan proses seleksi tanpa campur tangan Pemkot dan menyerahkan seluruhnya ke tim Universitas Airlangga. "Saya melarang staf masuk," tuturnya. Selain itu, pria kelahiran Magelang, 6 Juli 1962, itu juga memangkas sekitar lebih dari 200 jabatan eselon II-IV. (Baca: Soal Wagub, Ahok: Dari Dulu Saya Jagoin Djarot)
Ada kabiasaan lain dari kepemimpinan Djarot, yakni ia berkomunikasi langsung dengan warganya. "Dua kali dalam seminggu, saya meninggalkan mobil dinas, bersepeda pancal. Ngobrol dengan tukang becak dan bakul pasar," kata Djarot. (Baca: PDIP Ajukan Boy Sadikin karena Utang Budi?)
Selama sepuluh tahun, pendapatan asli daerah kota seluas 32,58 kilometer persegi itu mengalami peningkatan. Sebelum 2000, PAD Kota Blitar sekitar Rp 2,5 miliar. Sedangkan sembilan tahun kemudian, PAD-nya melonjak menjadi Rp 39,86 miliar.
|
Pembangunan Kota Blitar berkembang. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Blitar dari Rp 38,625 miliar naik menjadi Rp 387 miliar. Indeks pembangunan manusia (IPM) warga Blitar turut terkeret sekitar sembilan poin, dari 68,9 pada 2000 menjadi 77,12 di 2009. Pencapaian itu merupakan yang tertinggi di Provinsi Jawa Timur pada 2009.
EVAN | PDAT (Sumber Diolah Tempo)
Topik terhangat:
Golkar Pecah | Wakil Ahok | Kasus Munir | Interpelasi Jokowi | Susi Pudjiastuti
Berita terpopuler lainnya:
Jokowi Tampak Mulai Kedodoran Soal Hukum
Menteri Yuddy: Tomy Winata Berjiwa Patriotik
Ini Tempat Bercokol Mafia Migas