TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Golongan Karya, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa partainya menolak Peraturan Pengganti Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah karena ingin meminimalkan praktek politik uang.
"Pilkada langsung rawan money politics dan ditumpangi kepentingan-kepentingan politik," katanya saat dihubungi, Rabu, 3 Desember 2014. (Baca: Munas Golkar Tolak Pilkada, Apa Kata Demokrat?)
Menurut Bambang, selain politik uang, pilkada langsung juga rawan terjadi pertengkaran antar-pendukung. Komisi Pemilihan Umum pun dinilai sering tidak jujur, seperti dalam kasus pencurian ataupun jual-beli surat suara. Bambang menyebut pilkada tidak langsung sebagai bentuk demokrasi dan pengamalan Pancasila sila keempat.
Bambang menuturkan keuntungan pilkada tak langsung di antaranya Komisi Pemberantasan Korupsi lebih mudah memantau indikasi politik uang di dewan perwakilan rakyat daerah. Jumlah anggota DPRD tidak sebanyak partisipan partai yang maju dalam pilkada. "Paling hanya 40 orang. Lebih mudah mengawasi pergerakannya, kan?" ujarnya.
Saat ditanya indikasi nepotisme dalam pilkada tak langsung, Bambang tidak mengkhawatirkan itu. Nepotisme, kata dia, lebih marak terjadi dalam pilkada langsung dibanding pilkada tak langsung. (Baca: Pilkada, PPP: Demokrat Mainkan Skenario Prabowo)
"Sekarang, banyak adiknya gubernur, keponakannya, saudaranya, kerabat dekatnya bisa melenggang menempati posisi strategis birokrasi. Mana yang lebih nepotisme?" tuturnya.
Anggota Komisi Hukum DPR tersebut berseloroh ihwal kelemahan pilkada oleh DPRD. Misalnya, pengacara yang berkantor di Mahkamah Konstitusi akan kehilangan pekerjaan dan media kehilangan iklan kampanye dari berbagai partai. (Baca: Akbar Tandjung: DPP Golkar Dukung Pilkada DPRD)
DEWI SUCI RAHAYU
Terpopuler:
Gubernur FPI Fahrurrozi Menunggak Iuran Warga
KPK Iming-imingi Suryadharma Ali Diskon Hukuman
Tentara Dibunuh karena Cabuli Anak Komandan Kodim?
Misteri Ceceran Duit di Rumah Fuad Amin
Tiga Kecurangan Ical di Munas Golkar Bali