TEMPO.CO, Tangerang - Perkara kredit senilai Rp 7,7 miliar yang dikucurkan Bank Danamon kepada PT Petro Kencana dengan pengaju kredit Andi Sajo selaku direktur utama dan Oon Sugandi selaku direktur berujung penyitaan sertifikat lahan dan bangunan seluas 4.225 meter persegi oleh bank. Pasalnya, kredit tersebut macet dan belakangan diketahui diajukan secara fiktif oleh Andi.
Merasa ayahnya tidak berutang karena sudah meninggal pada tahun 2003, keluarga Oon Sugandi kemudian melakukan perlawanan atas sita eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. (Baca: Keluarga Orang Mati Penerima Kredit Lapor OJK)
Perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang dan akan diputus pada Senin, 15 Desember 2014. Penasihat hukum keluarga Oon Sugandi, Amin Nasution, mengatakan telah mengajukan bukti akurat, termasuk bukti bahwa Oon Sugandi telah meninggal.
"Juru sita Pengadilan sudah datang dan geleng-geleng kepala setelah melihat bukti ada makam di lahan yang sertifikatnya diagunkan ke bank itu," kata Amin kepada Tempo, Jumat, 5 Desember 2014.
Kemudian, tidak secara resmi, penasihat hukum Bank Danamon, Hazirun Tumanggor, memintanya agar berdamai. "Tiga kali mereka mau berdamai disampaikan di Pengadilan setiap menunggu jam sidang. Pertama, ahli waris diminta membayar sesuai tagihan, lalu datang tawaran agar membayar Rp 3 miliar saja dengan jaminan sertifikat kembali kepada ahli waris," kata Amin. (Baca: OJK Selidiki Bank Pemberi Kredit ke Orang Meninggal)
Amin menyerahkan kepada keluarga yang ternyata menolak, lalu Hazirun menawarkan agar keluarga hanya membayar Rp 1 miliar. "Keluarga tetap menolak karena bukti kuat tidak pernah utang, tidak menikmati hasil utang, kok, disuruh membayar?" kata Amin.
Hazirun kepada Tempo menjelaskan pihaknya memang sempat menawarkan damai kepada ahli waris Sugandi. "Ya, kami menawarkan demi kebaikan, tapi hukum tetap berjalan," kata Hazirun.
Menurut Hazirun, keluarga ahli waris Sugandi melakukan perlawanan. "Memang perkara ini pelik, yang melawan keluarga Oon Sugandi, tapi pengaku kredit PT Petro Kencana tidak hadir sehingga tidak ada mediasi," kata Hazirun. Karena itu, Danamon akan menunggu keputusan sidang pelawanan atas gugatan keluarga Sugandi.
Dalam berita acara sita eksekusi Pengadilan Negeri Tangerang yang salinannya didapat Tempo disebutkan bahwa juru sita Muhamad Fuad melakukan sita eksekusi dengan datang ke lahan di Desa Curug Wetan milik Oon Sugandi.
Dalam keterangannya, juru sita menyebutkan bahwa di atas yang telah diletakkan sita eksekusi berdiri dua bangunan rumah permanen; dua buah makam/kuburan almarhum Oon Sugandi (termohon eksekusi) yang meninggal pada 10 April 2003; dan almarhumah Aminah, istri Oon, yang meninggal pada 17 September 2014.
Tempo juga membuktikan ada makam di pekarangan rumah, di tengah-tengah kebun singkong dan pepohonan buah-buahan. Rumah ahli waris masih berdiri tegak dan digunakan untuk pengajian majelis taklim. Rumah itu berada di pinggir Jalan Raya Curug Parigi, Kelurahan Sukabaktu, Curug, Kabupaten Tangerang, Banten. (Baca: Beri Kredit ke Orang Mati, Ini Kata Danamon)
Tempo juga menemui seorang warga bernama Harun. Dia memastikan bahwa kuburan itu benar merupakan kuburan Sugandi. "Saya mengontrak di salah satu rumahnya," kata Harun, pedagang kerupuk.
Anak tertua Sugandi, Heny Susanti, mengatakan, untuk menguatkan kematian ayahnya, Heny menghadirkan kawan ayahnya yang merupakan seorang pensiunan tentara bernama Sanen. "Pak Sanen sudah bersaksi. Dia kawan bapak saya yang menggali dan menguburkan jasad bapak saya atas permintaan almarhum semasa hidup," ujar Heny.
Heny mengaku gemas setelah pihak Bank Danamon menyebutkan bahwa pernah ada orang bernama Oon Sugandi datang pada 2010 untuk utang ke bank. "Bank sangat teledor. Kenapa tidak cek ke lokasi? Apalagi, di lahan yang sertifikatnya diagunkan untuk pengajuan kredit, ada makam kedua orang tua saya," kata Heny.
Saking penasaran, Heny ingin melihat Sugandi palsu tersebut. Apalagi di dokumen PT Petro disebutkan Sugandi hanya memiliki seorang anak bernama Darmawan. Padahal ayah kami memiliki lima anak. "Darmawan itu kawan adik saya kedua bernama Deni Purnamasari," kata Henny.
Belakangan terungkap, sertifikat rumah dan tanah milik Sugandi oleh anak keduanya, Deni, dipinjamkan kepada Darmawan dengan alasan Deni butuh uang Rp 25 juta. "Uang itu ternyata dari Andi Sajo yang tak lain kawan Darmawan yang dikenalkan kepada adik saya," kata Heny. Sertifikat itu kemudian jatuh ke tangan Andi dan dijadikan jaminan utang ke bank. (Baca: Polisi Ringkus Pembobol Bank Danamon Sidoarjo)
AYU CIPTA
Baca juga:
KPK Bantah Boediono Sudah Tersangka Kasus Century
Jadi Gubernur FPI, Berapa Gaji Fahrurrozi?
Gubernur FPI Tantang Ahok Bikin Survei
Prabowo Kecup Titiek Soeharto, Ical Girang